kau tahu dinda, malam saat kau
melingkarkan kedua tanganmu di pundakku dan mencoba merangkulku, aku tahu bahwa
kita tidak ditakdirkan untuk bersama. Cinta telah bermain-main di kedalaman
hati kita, namun ia tidak memberi ruang bagi kita untuk hidup bersama lebih
lama.
Aku ingat saat pertama kali
kita bertemu di sebuah jalanan kota. Aku tengah berteduh dari derasnya hujan
yang mengguyur sore itu dan Aku ingin sejenak memanjakan kakiku yang telah
berjam-jam mengelilingi kota yang kemudian aku tahu ini adalah kotamu, sembari
mataku melihat-lihat keriuhan orang-orang yang berlari-lari menghindari guyuran
air hujan.
Semalam sebelumnya aku baru
sampai di kotamu untuk sebuah pertunjukan kelompok band ku di sebuah gedung
kesenian yang diselenggarakan oleh pengusaha rokok sebagai bentuk iklan dan
jauh-jauh aku datang ke kotamu sebagai kecintaanku terhadap musik. Pagi
harinya, aku meminta ijin pada teman-temanku untuk berkeliling sendirian mengakrabi kotamu yang indah itu.
kemudian hujan pun turun dengan lebatnya membuatku berhenti untuk menepi di
teras sebuah pertokoan yang telah tutup atau mungkin tutup karena hujan.
Guyuran hujan itu yang kini aku tahu sebagai sebuah keharusan takdir yang
hendak mempertemukan aku denganmu, dindaku.
Saat itu engkau berlari-lari
kecil menghindari genangan- genangan air dan menembus derasnya hujan. Aku tidak
tahu dari mana engkau datang. Dan memang nya apa yang harus kuketahui dari
orang - orang yang tak kukenali
Seorang gadis berambut panjang
tegerai basah kena air hujan menghampiriku. Ah, kau bukan menghampiriku
tentunya. kau hanya ingin mencari perlindungan dari guyuran hujan sepertiku dan
seperti yang lainnya. pakaian hitammu terlihat basah. Setelah sampai di
dekatku, kau memberi seulas senyuman. kau cantik dan anggun, Butir-butir air
sisa kehujanan aku perhatikan mengalir melalui pipi dan hidungmu. Segera kau
menyekanya dengan tanganmu yang indah yang juga basah, kulitmu putih mulus,
dalam hati aku diam-diam mengagumimu
Aku hanya bisa mencuri-curi
pandang untuk menatap wajahmu yang basah, karena aku takut jika tatapan mataku
engkau artikan tatapan mata seorang lelaki penuh nafsu atau tidak sopan.
Detak jantungku tiba-tiba
berpacu lebih cepat saat tanpa sengaja kita bertatapan mata seaat. Kau
tersenyum malu dan kembali mengalihkan pandanganmu menatap titik-titik hujan
yang tak kunjung reda. Aku tahu kita berpikiran sama waktu itu, tentang hujan
yang entah kapan berhentinya.
Kaulah yang mengajakku bicara
waktu itu.
“Mau kemana?” tanyamu.
“mau ke gedung kesenian”
Hanya itu yang bisa kujawab
karena selanjutnya aku tidak tahu harus ngomong apa Aku hanya memaksakan diri
untuk melanjutkannya dengan senyuman. Meski aku bisa saja menggunakan teknik
berkenalan yang diajarkan pakar percintaan ronald frank namun di depanmu semua
kemampuanku itu lenyap, aku tidak berkutik dalam dunia nyata
Sebuah angkutan kota terlihat
di kejauhan. Kau melambaikan tangan yang kemudian angkutan kota itupun
berhenti, tiba-tiba ada sebuah dorongan dalam hatiku untuk menyampaikan pesan
padamu
“Nanti malam datang ya.” Detik
selanjutnya aku terdiam, menyesali apa yang baru saja aku ucapkan.
Siapalah aku, siapalah engkau..
apa hubungannya aku menyuruhmu untuk datang, aku sangat malu sekali jadinya,
Namun sebelum kau masuk angkutan itu, kau berbalik menatapku, tersenyum dan
mengangguk pelan.
Dan kubalas dengan senyuman
pula, aku merasa lega sekali kemudian selanjutnya Aku hanya bisa memandangimu
di dalam angkutan kota yang membawamu menjauh dan menjauh sampai menghilang di
kejauhan.
Tak pernah kukira dan tak
pernah kumenduga ternyata engkau benar-benar datang di malam hari itu. Mulanya
tentu aku tidak mengenalimu di antara kerumunan pengunjung yang melihat
pertunjukan band ku karena saking banyaknya jumlah mereka. Kaulah yang menyapaku
terlebih dulu.
“Permainan yang bagus,” katamu
mengagetkanku.
Aku sedang berjalan ke arah
penonton bersama teman-temanku untuk membaur dengan mereka dan melihat
Pertunjukan kelompok band yang lain. Kitapun berdiri berdekatan dan mulai
berkenalan, dan andai kau tahu betapa bergemuruhnya dadaku, Dinda.
Sampai-sampai aku hanya bisa berucap sepotong-potong kalimat menanggapi apa
yang kau katakan tentang pertunjukan band yang tengah kita lihat bersama itu.
Saat itu aku tahu, ternyata kau juga seorang anggota band, bahkan kau berkata
kalau kau tengah serius berlatih vokal. Aku jadi semakin tertarik untuk
mengenalmu lebih dekat ketika itu.
Adakah cinta yang tumbuh di
dalam hati kita atau hanya aku yang merasakannya ketika itu, ku tak tahu kenapa
aku jatuh hati kepada seseorang begitu cepat, memang banyak perempuan-perempuan
cantik yang pernah kutemui ditempat kerja atau ditempat umum tapi itu hanya
sebatas kagum saja bukan sebuah perasaan khusus yang dalam seperti cinta. Berapa
orang yang pernah kita temui dalam hidup kita yang memang benar-benar
membekaskan ingatan yang dalam dalam ingatan kita? Aku yakin hanya satu
berbanding seribu dari orang-orang yang sesungguhnya pernah kita temui.
Namun, pelukanmu di malam itu
meruntuhkan semuanya. Tentu aku juga tidak menduga kau berani memelukku, tapi
bukankah kita tidak pernah tahu pikiran seseorang itu bagaimana. Inilah saat
yang mungkin dirasakan oleh semua pejalan saat menemukan tempat di mana ia
ingin sekali berhenti, karena telah yakin di tempat itulah sesuatu yang ia cari
berada. Aku seperti menemukan belahan hati yang selama ini menyendiri
Kemudian pelukanmu yang lekat
di halte bus itu, abai akan pandangan mata semua orang yang memperhatikan kita
abai akan tatapan teman-temanku juga, dengan tatapan yang kita tahu bukanlah
tatapan-tatapan saat melihat film drama romantis. Kita berdua tahu, bahwa
saat itu adalah akhir dari sebuah kebersamaan kita yang sesaat.
"dinda harap kakak kembali
dengan bunga mawar merah" katamu melepasku
Kemudian bus membawaku jauh
darimu, ada sebuah kesadaran aneh dalam anganku ketika kau meminta mawar merah,
namun aku tak tahu apa, hanya yang kurasa aku tidak akan berjumpa denganmu lagi
walau setelah perpisahan itu kita masih bisa menjalin hubungan lewat
baris-baris kata dalam layar kaca dan suara-suara pada alat komunikasi atau
sebagainya, namun ruang kosong antara kau dan aku tetap tak terisi oleh
perjumpaan raga.
***
Tiga tahun berlalu dan kini aku
kembali menjejakkan kaki di kotamu dinda, namun keadaannya telah jauh berbeda
Di genggaman tanganku seikat
bunga mawar merah yang masih segar seperti yang kau minta. Dengan langkah
gontai aku menyusuri jalan-jalan di kotamu. Air mataku tak henti-hentinya
mengalir.
Kumasuki sebuah pemakaman dan
berhenti di sebuah gundukan tanah yang masih terlihat baru. Kutabur bunga itu
di atas pusaramu. Bunga yang kau minta, pertanda yang kau katakan padaku 3
tahun yang lalu, ternyata selama ini sebuah penyakit telah menggerogotimu sejak
lama dan kau tak pernah memberitahukannya padaku. 3 tahun kita terpisah hanya
lewat dunia maya kita menjalin hubungan dan kini aku tahu selamanya kita akan
terpisah.
Dinda, hanya sehari itu kita
berjumpa dan bercinta dalam perjumpaan raga, namun kenangan akan engkau tidak
akan pernah hilang dan tak kan pernah kulupakan selama nafas masih tersisa
hanya sehari itu tak kan pernah
kutemukan lagi dirimu, dimanapun...