ALT_IMG

Cerita Tentang Kita II

Kembang api menghiasi langit di malam itu, warna warni dengan suara letusan yang ringan dan sebagian membuat telinga kita sakit, mungkin satu hal itu saja yang aku suka dari tahun baru, yaitu kembang api dan yang lainnya aku tidak begitu peduli, dan di malam itu aku melihat keindahan langit yang bertabur bintang Selengkapnya...

ALT_IMG

Unconditional Love

Kita berjalan menyusuri jalanan yang sepi di siang itu, alam begitu indah menakjubkan dan kulihat kau tampak senang, berkali kali kau tertawa ringan menanggapi ucapanku, hari yang selalu kita nantikan, saat yang jarang kita temukan, dan aku bahagia mengajakmu menikmati alam Selengkapnya...

Alt img

Pura Pura Bahagia

"dinda tahu selama ini kakak hanya berpura-pura, berakting seolah seperti itu ada nya, selama ini kakak pura pura bahagia, pura pura senang, menghibur diri dengan kata kata bijak, kakak tutupi kesedihan dengan tawa padahal hati kakak.. Selengkapnya...

ALT_IMG

Perempuan Yang Ku Panggil Dinda

di jembatan ini kita pertama kali bertemu, waktu itu kau memakai sweater warna merah kotak kotak dengan garis hitam, rambutmu bergelombang dipotong sebahu, dan kau cukup tinggi dengan sepatu high heels Selengkapnya...

ALT_IMG

Mawar Merah

kau tahu dinda, malam saat kau melingkarkan kedua tanganmu di pundakku dan mencoba merangkulku, aku tahu bahwa kita tidak ditakdirkan untuk bersama. Cinta telah bermain-main di kedalaman hati kita, namun ia tidak memberi ruang bagi kita untuk hidup bersama lebih lama Selengkapnya...

ALT_IMG

(Dinda V) Harapan dan Kepergian

Di tengah malam yang sunyi, aku sendiri dan merasakan ada yang sakit di dada serasa tulang rusukku telah patah, aku merasa kehilangan sesuatu yang begitu berharga. Semua karenamu dinda dan kini aku mengakui bahwa aku merindukan mu dan aku sangat membutuhkan kehadiranmu Selengkapnya...

Di Dalam Kereta (15-11-14)

1 komentar



Kereta Commuter line berguncang ke kiri ke kanan, tangan-tangan orang yg berdiri bergantungan meraih handle agar tidak terjatuh, begitupun dengan ku, di dalam kereta yang panjang  tampak putih penuh sesak dengan orang-orang entah mereka mau kemana, bukan ururusanku pula harus tahu mereka mau kemana. Kebanyakan dari mereka saling diam dengan pikirannya masing-masing, mungkin saling menilai satu sama lain dalam kediaman atau hanya melihat tanpa berpikir, dari kaca jendela terlihat tetesan air hujan membasahi luar. Hujan turun dengan perlahan.
Di dalam tas yang ku gendong ada 4 buah foto yang baru saja diambil dari pihak penyelenggara wisuda, ya aku baru saja diwisuda dan mendapatkan gelar sarjana, rasanya tas ini begitu berat karena ada sebuah beban  di dalamnya, ada sebuah pertanggung jawaban yang harus dibawa. Akan jadi apa aku setelah ini? Hanya sedikit gambaran dalam kepalaku, selebihnya aku tidak tahu lalu aku terpikirkan tentang sebuah pesta penyambutan terhadap aku yang telah lulus, jika itu memang ada dan terjadi, aku membayangkan saja  dan tersenyum beberapa saat kemudian semua itu menjadi semakin tidak penting lagi, senyumku terhenti dan harapan itu memudar kembali bersama keinginan terpendam tentang sebuah keluarga. Dan bukan, ini bukan tentang keluhan ataupun kesedihan, ini hanya tentang keinginan.
Semakin lama penumpangpun semakin berkurang sampai aku bisa duduk di kursi yang sedari tadi hanya di tempati para wanita, pegal rasanya kaki ini berdiri cukup lama, aku coba bersandar dan bersantai, dan dari jendela kulihat semua benda bergerak mundur membuat pikiranku serasa dibuat  mundur,  hadirlah satu nama dalam ingatan, Rena sebuah nama yang  begitu lekat dalam kenangan, pabila ingat nama itu ada rasa yang timbul antara bahagia, harapan dan kecewa. Bila dipikir terlalu jauh maka semuanya terasa rumit, aku tidak tahu salah dan benar secara pasti aku hanya tidak mau mendebatkan hal itu.
Tapi aku menikmatinya, menikmati Rena hadir dalam ingatanku, samar-samar kulihat dia sedang berdiri di pojok kereta, tangan kanannya meraih handle dan tangan kirinya menenteng sebuah tas kecil dan samar samar aku berdiri disampingnya, bersama melihat hujan yang turun dengan perlahan, tertawa dan bercerita bersama dan apabila kereta telah terhenti kita turun berpegangan tangan menerobos hujan kemudian mencari tempat teduh serta berbagai ekspektasi hadir secara acak membuatku asik sendiri hingga beberapa saat kemudian aku harus menyadarkan diriku sendiri bahwa semua itu tidak ada, semua itu telah berlalu atau tidak pernah terjadi sama sekali..
Aku kembali menatap lurus ke depan, dengan fokus tak tentu karena orang - orang berjajar di depanku, mereka saling diam, hanyut dalam dialog dalam diri yang hanya mereka dan tuhan yang tahu.
Notifikasi  dari pesan facebook berbunyi,  handphone ku sedari tadi ada di genggaman kemudian kulihat layar, pesan dari orang-orang jauh terpampang di sana. Orang-orang yang tak pernah kujumpai selama ini namun mereka lebih dekat daripada tetangga sendiri. Tekhnology terkadang memang aneh, ia mendekatkan orang yang jauh dan menjauhkan orang yang dekat, tekhnologi seperti  banyak hal lainnya memberikan dampak dalam dua sisi, baik dan buruk. Semua tergantung kepada siapa yang menggunakannya tak perlu mendebatkan hal itu.
Di dalam kereta yang memanjang, orang-orang duduk dan berdiri menuju tujuan masing-masing, sebagian dari mereka berangkat meninggalkan rumah dan sebagian pulang menuju rumah,  sebagian besar mencari makan demi kelangsungan hidup yang ingin terus dijalani, semua orang memang sama dan berbeda, terkadang aku memperhatikan seseorang, cara dia berkedip dan berucap, cara dia berpakaian dan bersikap, semua terlihat sama dan berbeda. Mungkin seseorang memperhatikanku, dan menilai seperti yang terkadang kulakukan terhadap orang.

Pada sore hari saat hujan kereta membawaku pulang membawa gambaran tentang awal dari sebuah pencapaian..





Continue reading →

Pada Sebuah Pesawat

0 komentar




kau seorang pramugari pada sebuah maskapai penerbangan, kau selalu memberikan senyuman kepada setiap orang dan parasmu sangat menarik dalam pandangan setiap orang dan hari ini penumpang sangat penuh dan dalam kerumunan kau melihat seorang kakek dari desa merangkul sebuah karung lalu perhatianmu pun tertuju padanya agak lama, Saat itu kau berdiri di pintu pesawat menyambut setiap  penumpang dengan senyuman indah yang kau miliki.

Sesaat kemudian pesawat pun terbang, segera kau dan rekan rekanmu seperti biasa mulai menyajikan minum melewati baris demi baris, kau berikan sapaan yang  hangat kepada mereka lalu pada baris ke dua puluh kau melihat si kakek tua tadi duduk tegak dan kaku di tempat duduknya  memangku karung tua bagaikan patung. Kau pun menghampirinya

"selamat siang, mau minum apa? Tanyamu dengan lembut
"oh nggak usah makasih" jawab si kakek tampak terkejut sambil melambaikan tangan tanda  menolak
 hal yang tak biasa kau temui dalam pesawat dan kau pun berusaha untuk memakluminya
"mari saya simpan bawaannya di bagasi" lanjutmu melihat karung yg dibawa malah dirangkul bukan disimpan di bagasi
"nggak usah, biar kakek pegang saja" jawabnya dgn gemetar
Kau hanya tersenyum dan akhirnya membiarkan si kakek duduk dengan tenang

Menjelang pembagian makanan kau melihat si kakek masih duduk dengan tenang di tempat duduknya.
Kaupun menawarkan makanan
"nggak usah nak" tolak nya menggelengkan kepala
Kaupun mulai merasa aneh dengan penolakannya lagi
"apa kakek sakit?" tanyamu dgn lembut
"kakek ingin  ke toilet tapi takut nggak boleh bergerak sembarangan di sini, takut merusak barang di disini" jawab si kakek dengan suara kecil
"kakek boleh bergerak semaunya, nggak apa-apa" jelasmu dengan ramah
Kemudian kau memanggil seorang pramugara untuk mengantarkan si kakek ke toilet

Pada saat menyajikan minum yang ke dua kali, saat rekan-rekan mu sibuk melayani penumpang lain matamu tertuju pada si kakek dan kau pun melihat dia melirik ke penumpang sebelahnya dan menelan ludah, terlihat dia tampak kehausan Dengan tidak menanyakannya lagi kau meletakkan segelas minuman teh dimeja si kakek.
"tidak usah, tidak usah.. "  Tentu gerakanmu mengejutkannya.
"kakek sudah haus, minumlah" kata mu
Dengan spontan dari sakunya dikeluarkan segenggam uang logam yang disodorkan kepada mu
Kau menjelaskan kepadanya minumannya gratis dan akhirnya kaupun mengerti kenapa si kakek selalu menolak ketika ditawari minuman dan makanan
"nak,  dari rumah ke bandara kakek berjalan kaki ketika di perjalanan kakek merasa haus,  kakek minta air minum sama orang yang berjualan air di jalan tapi mereka malah membentak bentak dan mengusir kakek, jadi kakek pikir di sini juga harus bayar" ungkap si kakek setelah meminum air yang kau sajikan
"terima kasih nak" lanjut nya

Kemudian kaupun mengetahui demi menghemat biaya perjalanan dari desa dia berjalan kaki sampai mendekati bandara baru naik mobil dan Karena uang yang dibawa sangat sedikit, dia meminta minuman kepada penjual makanan dipinggir jalan itupun kebanyakan ditolak dan dianggap sebagai pengemis, hatimu mulai tersentuh olehnya dan kaupun mengajak rekan sesama pramugari untuk memperhatikan si kakek, seorang pramugari lain tampak menemanimu dengan antusias
Mungkin karena merasa dilayani dengan baik lalu Mulailah si kakek bercerita tentang dua orang putra yang sangat baik, putra sulung sudah bekerja di kota dan yang bungsu sedang kuliah.
Tahun lalu anak sulungnya yang bekerja di kota memintanya untuk tinggal bersama kata si kakek  tapi  tidak merasa nyaman tinggal di daerah perkotaan dan menolak permintaan anaknya dan di pesawat kali ini si kakek hendak menjenguk putra bungsunya yg sedang kuliah. Anak sulungnya yang tahu hal ini merasa tidak tega kalau dia naik mobil begitu jauh yang akhirnya membelikan tiket pesawat dan menawarkan menemani nya bersama – sama, dengan beralasan terlalu boros si kakek menolak permintaan anak sulungnya Dia bersikeras dapat pergi sendiri.

Dengan merangkul sekarung penuh ubi kering yang disukai oleh anak bungsunya si kakek berjalan dari desa mendekati bandara dan ketika melewati pemeriksaan keamanan dibandara, dia disuruh menitipkan karung bawaannya  di tempat bagasi tetapi dia bersikeras membawa sendiri.
"anak bungsu kakek tidak suka ubi yang hancur, bila di taruh di bagasi kakek takut ubi ini hancur " ujar si kakek saat itu
Melihat sekarang si kakek masih merangkul karung ubi dalam pangkuaannya akhirnya kau dan rekan rekanmu membujuknya meletakkan karung tersebut di atas bagasi tempat duduk, si kakek pun bersedia dengan hati – hati dia meletakkan karung tersebut.

Saat dalam penerbangan kau dan rekan rekanmu terus menambah minuman untuk si kakek, dia selalu membalas dengan ucapan terima kasih yang tulus. Tetapi dia tetap tidak mau makan, meskipun kau mengetahui sebenarnya dia sudah sangat lapar, kau berusaha membujuknya untuk makan dan dia tetap menolak dengan halus

kemudian pesawat pun hendak mendarat
"nak, apakah ada kantong an kecil?" tanyanya padamu
"ada, untuk apa kek?"
"tolong bungkus makanan ini kakek belum pernah melihat makanan yang begitu enak .. kakek  ingin membawa makanan ini buat si bungsu" ujar si kakek

Kau tampak kaget begitupun dengan rekan-rekanmu yang lainnya, bagimu makanan itu begitu biasa terlihat sepanjang hari dan tak ada yang spesial namun di mata seorang desa menjadi begitu berharga dengan menahan lapar disisihkan makanan itu demi anak bungsu nya.

dengan terharu kau dan rekan-rekan sesama pramugari mengumpulkan makanan yang masih tersisa yang belum dibagikan kepada penumpang lain kemudian ditaruh di dalam suatu kantongan yang akan kau berikan kepadanya
 "bungkus yang bagian untuk kakek saja nak, jangan yang bukan untuk kakek"  diluar dugaan dia malah menolak pemberianmu
Mendengar itu kau terharu, sungguh suatu perbuatan tulus yang jarang dilakukan orang

Pesawat pun mendarat dengan selamat dan sebenarnya kau menganggap semua hal sudah berlalu, tetapi siapa menduga pada saat semua penumpang sudah turun dari pesawat, dia yang terakhir berada di pesawat.

Kau dan rekan rekanmu yang lain membantu si kakek keluar dari pintu pesawat, sebelum keluar dia melakukan sesuatu hal yang mungkin tidak bisa kau lupakan seumur hidupmu.
Si kakek berlutut menyembahmu dan teman-temanmu
"terima kasih, terima kasih, terima kasih.." ucapnya dengan gemetar dan hatimupun bergetar melihatnya, segera kau beserta rekan - rekanmu membungkuk hendak mengangkat si kakek agar kembali berdiri
" kalian adalah orang - orang paling baik yang pernah kakek temui. Kami di desa hanya makan sehari sekali dan tidak pernah meminum air yang begitu manis dan makanan yang begitu enak. Hari ini kalian tidak memandang hina terhadap kakek dan bersikap baik , kakek tidak tau bagaimana mengucap terima kasih kepada kalian.."
"kami hanya melakukan tugas kami, sungguh kami tidak sebaik itu.." ujarmu dengan terisak, air mata haru mengalir di pipimu
"Semoga Tuhan membalas kebaikan kalian" lanjut si kakek sambil menangis  kemudian Kau rekan rekan mu dengan terharu memapahnya dan menyuruh seorang anggota yang bekerja dilapangan membantunya keluar dari lapangan terbang.

Semua orang yang menyaksikan hal itu bersamamu mengeluarkan air matanya apalagi kamu  yang sedari awal melayaninya dengan baik.

Dinda  selama 5 tahun kau bekerja sebagai pramugari,  beragam penumpang  sudah kau jumpai ada yang banyak tingkah, yang cerewet dan lain – lain, tetapi tentu kau belum pernah menjumpai orang yang menyembahmu serta rekan-rekan. Kau merasa hanya menjalankan tugas dan kewajiban sebagai pramugari saja tidak lebih yaitu hanya  dengan rutin  menyajikan minuman, makanan dan sedikit sapaan. Tetapi kakek tua yang berumur kira kira 70 tahun an yang merangkul karung tua  berisi ubi kering dan menahan lapar demi  menyisihkan makanannya untuk anak tercinta tidak pula bersedia menerima makanan yang bukan bagiannya tersebut sampai menyembahmu mengucapkan terima kasih

Perbuatan si kakek itu sampai sekarang masih membuatmu  terharu dan menjadi pengalaman yang sangat berharga dalam perjalanan hidupmu.



Continue reading →

Labels