(Sebuah Nasihat) Pemalsuan Jati Diri Islam



Dinda, hari yang kau tunggu-tunggu tiba, kau memintaku untuk mendampingi hari mu, kau memintaku untuk menjadi pemnyemangatmu dalam jalan yang mulia ini, jalan menemukan cintaNya dan kau saksikan sendiri hari itu sangat cerah sehingga mempermudah jalan kita. Engkau sangat senang ketika anak-anak yang kan kau didik berjumlah banyak melebihi apa yang telah diperhitungkan sebelumnya,

Engkau selalu bilang ingin memberikan pengetahuan kepada anak-anak jalanan yang hidupnya  kacau dan sangat jauh dari jalan agama, engkau sangat prihatin melihat anak-anak jalanan terbawa arus yang tidak baik bahkan kristenisasi gencar dilakukan oleh para misionaris

Dinda kau tampak anggun hari itu dengan jilbab biru membalut kepalamu dengan rapi, kau tampak bersemangat di depan kelas mengajarkan Syari'at Islam yang kau agungkan. Ditangan kirimu yang indah kau genggam sebuah buku, di tangan kananmu ada sebuah pensil. Kemudian dengan senyum yang menawan bibir mu bergerak,

"adik-adikku kak dinda punya permainan. Caranya begini, di tangan kiri kak dinda ada sebuah buku, di tangan kanan kak dinda ada pensil. pabila kakak angkat buku ini, maka sebutlah "buku!", dan pabila kakak angkat pensil yang ini, maka sebutlah "Pensil!""  katamu sebagai pembuka pelajaran dihari itu

Murid muridmu pun mengerti dan mengikuti tanpa ada yang memprotes. Mereka sepeti tersihir akan keanggunanmu padahal anak-anak yang sedang kau ajari itu sebagian besar anak-anak nakal semua, kemudian Sambil tersenyum engkau mengangkat silih berganti antara tangan kanan dan tangan kirimu, kian lama kian cepat. Dan terdengar teriakan-teriakan mereka memekakan telinga kita, aku belum menangkap maksud dari permainanmu itu

"Baik sekarang perhatikan. pabila kakak angkat buku, sekarang sebutnya "Pensil!", dan pabila kakak angkat pensil, maka sebutnya "buku!".  Kata mu kemudian setelah kegaduhan berhenti

Dan permainan kau ulang kembali.  mulanya murid-muridmu keliru dan kikuk, tentu saja karena aku sendiri juga yang mengikuti seperti apa permainanmu terkadang lupa menyebutkan kebalikannya dan sangat sukar untuk mengubahnya. Namun lambat laun,  perlahan tapi pasti mereka menjadi terbiasa dan tidak lagi kikuk. Selang beberapa saat, permainan berhenti. engkau tersenyum penuh arti kepada murid-muridmu. Dan tentu kepadaku juga

"Adik-adik yang sangat kakak sayangi, begitulah ummat Islam dan begitulah kita. Awalnya kita jelas dapat membedakan yang benar itu benar, yang salah itu salah. Namun kemudian, musuh - musuh ummat Islam berupaya melalui berbagai cara, untuk menukarkan yang benar itu menjadi salah, dan sebaliknya" katamu dengan penuh semangat, membuatku mengerti maksud dari permainanmu itu

"Pertama-tama mungkin akan sukar bagi kita menerima hal itu, tetapi karena terus dibiasakan dengan cara-cara menarik oleh mereka, akhirnya lambat laun kita terbiasa dengan hal itu. Dan kita mulai dapat mengikutinya. Musuh-musuh kita tidak akan pernah berhenti membalik dan menukar nilai dan etika."

"musuh kita itu siapa kak dinda?" tanya seorang muridmu sambil mengernyitkan dahinya
Dan teman-temannya yang lain mengiyakan tampak mereka belum megerti

"musuh-musuh kita adalah mereka selain islam terutama umat kristiani"

"kenapa mereka memusuhi kita kak, kenapa mereka jahat sama kita?" tanya seorang lagi

"mereka tidak jahat atau menyakiti kita seperti dulu, tapi yang mereka inginkan adalah supaya kita menjadi bagian dari mereka, karena mereka sangat membenci kita umat islam. Begitu adik-adikku" jawabmu dengan penuh kesabaran

Sebagian dari murid-muridmu menganggukan kepalanya dan sebagian lainnya masih mengernyitkan dahinya

"ok kakak lanjutkan lagi ya"

"adik-adikku sekarang Keluar berduaan, berkasih-kasihan tidak lagi sesuatu yang pelik atau tabu, zina tidak lagi jadi persoalan, pakaian seksi menjadi hal yang lumrah, sex sebelum nikah menjadi suatu hiburan dan trend, materialistik kini menjadi suatu gaya hidup, korupsi menjadi kebanggaan dan lain lain. Semuanya sudah terbalik. Dan tanpa disadari, kita sedikit demi sedikit menerimanya".

"mengerti?" tanyamu kepada murid-murid

 "mengerti kak dinda" jawab mereka serempak

"Baik permainan kedua," lanjutmu. "kakak ada Qur'an, ka dinda akan meletakkannya di tengah karpet. Quran itu 'dijaga' sekelilingnya oleh ummat yang dimisalkan karpet. Sekarang adik-adik berdiri di luar karpet. Permainannya adalah, bagaimana caranya mengambil Qur'an yang ada di tengah dan ditukar dengan buku lain, tanpa menginjak karpet?"

Murid-muridmu pun berpikir. Ada yang mencoba alternatif dengan tongkat, dan lain-lain, tetapi tak ada yang berhasil meski Mereka mencoba dan terus mencoba
Akhirnya kau memberikan jalan keluar, kau gulung karpet, dan kau ambil Qur'an lalu kau tukar dengan buku filsafat materialisme. kau memenuhi syarat, tidak menginjak karpet. Aku jadi semakin kagum padamu dinda

"adik-adik, begitulah ummat Islam dan musuh-musuhnya. Musuh-musuh Islam tidak akan menginjak-nginjak kita dengan terang-terangan. Karena tentu kita akan menolaknya mentah-mentah. Orang biasapun tak akan rela kalau Islam dihina dihadapan mereka. Tetapi mereka akan menggulung kalian perlahan-lahan dari pinggir, sehingga kalian tidak sadar. Jika seseorang ingin membuat rumah yang kuat, maka dibina pondasi yang kuat. Begitulah ummat Islam, jika ingin kuat, maka bangunlah aqidah yang kuat. Sebaliknya, jika ingin membongkar rumah, tentu susah kalau fondasinya dahulu. Lebih mudah hiasan-hiasan dinding akan dikeluarkan dahulu, kursi dipindahkan dahulu, lemari dikeluarkan dahulu satu persatu, baru rumah dihancurkan..."

"Begitulah musuh-musuh Islam menghancurkan kita. Mereka tidak akan menghantam terang-terangan, tetapi ia akan perlahan-lahan meletihkan kita.  Mulai dari perangai, cara hidup, pakaian dan lain-lain, sehingga meskipun kitan itu Muslim, tetapi kita telah meninggalkan Syari'at Islam sedikit demi sedikit. Dan itulah yang mereka inginkan."

"Kenapa mereka tidak berani terang-terangan menginjak-injak kita, kak dinda?" tanya mereka.

"Sesungguhnya dahulu mereka terang-terang menyerang, misalnya Perang Salib, Perang Tartar, dan lain-lain. Tetapi sekarang tidak lagi. Begitulah ummat Islam. Kalau diserang perlahan-lahan, mereka tidak akan sadar, akhirnya hancur. Tetapi kalau diserang serentak terang-terangan, baru mereka akan sadar, lalu mereka bangkit serentak".  Jawab mu dengan penuh semangat,
Kemudian kau melirik jam tanganmu

"adik-adik hari ini kita cukupkan sampai disini dulu ya lain kali kakak lanjutkan kembali, dan mari kita berdo'a dahulu sebelum pulang..."

Matahari bersinar terik tatkala murid-muridmu keluar meninggalkan tempat belajar mereka dengan pikiran masing-masing.

Kau mengucapkan syukur setelah nya, dan aku tersenyum bahagia menyaksikanmu mengamalkan ilmu yang kau punya, rasa pedulimu terhadap islam sangat mengagumkan diriku juga membuatku sadar bahwa  kita harus bangkit dan mulai mengembalikan yang benar menjadi benar dan yang salah tetaplah salah tanpa kecuali.




Labels