Menjemput Cinta Yang Hilang

0 komentar



Kulihat kau tersenyum membawa bunga mawar merah masih sama seperti dulu, kau ciumi dan rasakan harumnya , bunga kecerian dan semangatmu, bunga pelipur lara dan lambang cinta..
Kudengar suara manjamu mengalun merdu dan kau bermain-main dengan kupu-kupu yang terbang kesana kemari kau kejar dia yang lincah meski kau tak pernah bisa menangkapnya kau tetap menantinya meski dia tidak pernah peduli akan kamu dinda.

Dan bila aku datang kau dengan suka menyambutku mengajakku bermain - main sampai senja,
dan tentu aku ingat dinda, dulu ketika kita bermain-main di kebun jagung ayahmu kau  pernah meminta ku untuk berdo'a bersamamu, kau suruh aku berlutut dan memejamkan mata
Bibir indahmu kemudian bergerak

"ya tuhan, ubahlah kami jadi burung, agar kami bisa terbang seperti kupu-kupu" pintamu polos padaNya

Ku hanya mengucapkan "amin" meski tidak mengerti maksud doa itu, seandainya bila kita berubah jadi burung kenapa mau terbang seperti kupu-kupu??

"andai kita menjadi sepasang burung, pasti kita bisa terbang sesuka hati, mengelilingi dunia ini bersama, mengunjungi tempat-tempat indah, mengunjungi istana impian diatas sana" katamu padaku

tetapi dinda sampai sekarang kita tidak pernah menjadi sepasang burung seperti yang kau inginkan, kita tetap menjadi manusia biasa seperti yang lainnya dulu aku tidak pernah benar - benar mengerti mengapa kau ingin jadi burung sampai suatu hari setelah kita beranjak dewasa aku temukan jawabannya.

10 tahun berlalu dan di sebuah jembatan pada waktu maghrib ku jumpai kau sedang diam berdiri menatap deras air sungai, kuhampiri engkau dinda dengan perasaan senang yang tiada terkira setelah berpisah berpuluh tahun lamanya, namun kau hanya tersenyum kecil dan dingin menyambutku, aku memang selalu berusaha tersenyum memandangmu, karena wajahmu selalu membuat hariku cerah, wajahmu selalu memberikanku sebuah keyakinan dan harapan akan sebuah kebahagiaan, segala tentangmu selalu menjadi hari-hariku. Tapi disaat itu engkau tampak pucat sekali..

"ka, masih ingatkah dulu kita pernah berdo'a di kebun jagung ayahku?" tanyamu

"tentu dinda, kakak selalu ingat, ka tidak mungkin lupa" jawabku  tersenyum

Kemudian kau sedikit menaiki pagar jembatan itu, tanganmu bergetar

"menurut kakak bisa ga dinda sekarang jadi burung, dinda ingin terbang ..."
Aku terdiam mendengarnya
Segera aku menduga sesuatu yang tidak baik akan kamu

"apa maksud dinda??"
Lalu kau terdiam cukup lama, pandanganmu kosong entah kemana cahayamu telah hilang, engkau seperti seorang yang tersesat tidak tahu jalan, tidak tahu arah tujuan, beribu tanya hadir di benakku

"dinda kenapa?" tanyaku

"tidak apa-apa kak, tidak ada apa-apa"

Kemudian seberkas sinar terang menerangi wajahmu dan sampai juga padaku, silau sekali lampu mobil yang menyoroti kita, lalu segera kau turun dari pagar jembatan seperti menyadari sesuatu, kau berdiri di pinggir jalan dan kau meminta sopir menghentikan mobilnya
"boleh saya numpang bang?" tanyamu dengan sopan setelah si sopir menghentikan laju mobilnya tepat di depanmu
"mau kemana dik?" si sopir mencermati dinda
"abang mau kemana?"

"abang mau ke kota"

"ya saya ikut, boleh?" tanyamu lagi

Kemudian si sopir membukakan pintu di sebelahnya "ayo naik!" ajak nya
Tanpa ragu kau pun beranjak menaiki mobil itu

"dinda mau kemana?" tanyaku cemas sekali
Kemudian Kau menatapku dan memberiku sebuah senyuman sebelum menaiki mobil

"jangan cemas kak, dinda akan baik-baik saja"
Dan mobilpun melaju kembali, kau melambaikan tangan padaku

Setelah itu tinggal aku sendiri yang kebingungan, kau pergi begitu saja tanpa penjelasan yang berarti, kau seperti ingin menjauh dariku Beribu pertanyaan hadir dan tidak terjawab hingga ku cari tahu tentang engkau pada orang-orang terdekatmu, karena kita berpisah dulu ketika masih kecil, tentu aku tidak tahu apa-apa tentang kamu, hanya tahu kau adalah teman mainku, teman masa kecilku dimana setiap hari kita selalu bermain kejar-kejaran bersama teman kita yang lainnya hanya itu memori yang tersimpan dalam ingatanku dinda.

Dan sekarang aku kembali, aku ingin mengulang kembali masa-masa dulu, masa dimana kita tidak pernah tahu betapa kerasnya hidup, betapa kejamnya nasib dan betapa kacau nya nilai-nilai kemanusiaan yang kita tahu adalah keindahan, keceriaan dan senyuman menyambut terbitnya mentari pada pagi hari, tetapi engkau kini bukan kau yang dulu lagi,  ternyata begitu cepat semuanya berubah..

Dinda, Ternyata hidupmu tidak bahagia, kau kerap dirundung nestapa, ibumu telah meninggal dunia ketika kau masih duduk di bangku sekolah dan ayahmu setelah kepergian ibumu bukan lagi seorang ayah yang baik, dia menjadi seorang pemabuk dan suka main judi, dia menjadi kasar terhadapmu maupun pada saudaramu yang lainnya, engkaupun dilanda kemiskinan juga kesedihan karena ayahmu yang suka main judi mempunyai banyak hutang, hingga kebun jagung  tempat kita bermain di jualnya, dan tak lama kemudian ayahmupun jatuh sakit dan meninggal dunia menyusul ibumu, satu persatu orang-orang yang kau sayang, orang-orang tempatmu bergantung meninggalkan engkau yang masih membutuhkan mereka, engkaupun tak sanggup lagi melanjutkan sekolahmu, seperti saudaramu yang lainnya kau mulai mencari uang sendiri untuk biaya hidup dalam usia yang sangat muda sekali,  Masa kecilmu yang bahagia terampas dan tak kau temukan lagi masa-masa indah bersamaku, karena aku juga pergi meninggalkanmu karena orang tuaku pindah rumah.

Aku sangat sedih mendengarnya dinda, andai aku ada ketika itu, aku pasti akan selalu ada untukmu, berbagi suka dan duka bersama meski dalam materi aku tidak bisa
Ku dengar pula dari mereka, bahwa engkau sekarang telah menjual diri untuk membiayai  sekolah adik-adikmu, aku sangat terpukul sekali mendengarnya, tapi aku baru mendengar saja dari orang-orang, aku tidak percaya sepenuhnya, bisa saja mereka hanya menduga-duga karena engkau yang jarang pulang ke rumah atau terkadang pulang larut malam juga bisa saja mereka hanya iri padamu dinda, aku tidak percaya bila aku tidak melihatnya sendiri

Dan pada suatu malam di sebuah kelab dipinggiran kota aku melihatmu bernyanyi di atas panggung disaksikan para pemuda maupun yang sudah tua-tua, mereka saling bersorak gembira melihat penampilanmu, mereka berteriak-teriak mengucapkan kata-kata kotor,  ada rasa gembira tentu saja karena aku masih ingat dulu kau mengatakan padaku kalau kau ingin jadi seorang penyanyi, engkau sangat senang menyanyi bersamaku dulu dan kini  cita-cita mu untuk menjadi seorang penyanyi terwujud namun aku sedih dan sangat sedih karena kau bernyanyi tanpa busana aku sangat terpukul melihatnya, kau telanjang disaksikan laki-laki yang penuh nafsu..

Akupun segera pergi dari kelab itu, aku menangis sendirian di pinggir jalan, harapanku telah hilang, kesayanganku telah terbuang, aku meratapi kenyataan diri yang tak bisa berbuat apa-apa lagi, aku tidak tahu harus berbuat apa, ketika aku sampai di rumah aku langsung membaringkan tubuhku yang terasa berat, kemudian aku teringat akan sesuatu kubuka dompetku di dalamnya terselip foto ukuran kecil, foto dirimu yang sedang tersenyum, aku ikut tersenyum melihatnya dan sekali lagi air mataku tidak tertahankan, ia mengalir dengan deras.



















Leave a Reply

Labels