Kulihat kau tersenyum
membawa bunga mawar merah masih sama seperti dulu, kau ciumi dan rasakan
harumnya , bunga kecerian dan semangatmu, bunga pelipur lara dan lambang
cinta..
Kudengar suara manjamu
mengalun merdu dan kau bermain-main dengan kupu-kupu yang terbang kesana kemari
kau kejar dia yang lincah meski kau tak pernah bisa menangkapnya kau tetap
menantinya meski dia tidak pernah peduli akan kamu dinda.
Dan bila aku datang kau
dengan suka menyambutku mengajakku bermain - main sampai senja,
dan tentu aku ingat dinda,
dulu ketika kita bermain-main di kebun jagung ayahmu kau pernah meminta ku untuk berdo'a bersamamu,
kau suruh aku berlutut dan memejamkan mata
Bibir indahmu kemudian
bergerak
"ya tuhan, ubahlah
kami jadi burung, agar kami bisa terbang seperti kupu-kupu" pintamu polos
padaNya
Ku hanya mengucapkan
"amin" meski tidak mengerti maksud doa itu, seandainya bila kita
berubah jadi burung kenapa mau terbang seperti kupu-kupu??
"andai kita menjadi
sepasang burung, pasti kita bisa terbang sesuka hati, mengelilingi dunia ini
bersama, mengunjungi tempat-tempat indah, mengunjungi istana impian diatas
sana" katamu padaku
tetapi dinda sampai
sekarang kita tidak pernah menjadi sepasang burung seperti yang kau inginkan,
kita tetap menjadi manusia biasa seperti yang lainnya dulu aku tidak pernah
benar - benar mengerti mengapa kau ingin jadi burung sampai suatu hari setelah
kita beranjak dewasa aku temukan jawabannya.
10 tahun berlalu dan di
sebuah jembatan pada waktu maghrib ku jumpai kau sedang diam berdiri menatap
deras air sungai, kuhampiri engkau dinda dengan perasaan senang yang tiada
terkira setelah berpisah berpuluh tahun lamanya, namun kau hanya tersenyum
kecil dan dingin menyambutku, aku memang selalu berusaha tersenyum memandangmu,
karena wajahmu selalu membuat hariku cerah, wajahmu selalu memberikanku sebuah
keyakinan dan harapan akan sebuah kebahagiaan, segala tentangmu selalu menjadi
hari-hariku. Tapi disaat itu engkau tampak pucat sekali..
"ka, masih ingatkah
dulu kita pernah berdo'a di kebun jagung ayahku?" tanyamu
"tentu dinda, kakak
selalu ingat, ka tidak mungkin lupa" jawabku tersenyum
Kemudian kau sedikit
menaiki pagar jembatan itu, tanganmu bergetar
"menurut kakak bisa
ga dinda sekarang jadi burung, dinda ingin terbang ..."
Aku terdiam mendengarnya
Segera aku menduga sesuatu
yang tidak baik akan kamu
"apa maksud
dinda??"
Lalu kau terdiam cukup
lama, pandanganmu kosong entah kemana cahayamu telah hilang, engkau seperti
seorang yang tersesat tidak tahu jalan, tidak tahu arah tujuan, beribu tanya
hadir di benakku
"dinda kenapa?"
tanyaku
"tidak apa-apa kak,
tidak ada apa-apa"
Kemudian seberkas sinar
terang menerangi wajahmu dan sampai juga padaku, silau sekali lampu mobil yang
menyoroti kita, lalu segera kau turun dari pagar jembatan seperti menyadari
sesuatu, kau berdiri di pinggir jalan dan kau meminta sopir menghentikan
mobilnya
"boleh saya numpang
bang?" tanyamu dengan sopan setelah si sopir menghentikan laju mobilnya
tepat di depanmu
"mau kemana
dik?" si sopir mencermati dinda
"abang mau
kemana?"
"abang mau ke
kota"
"ya saya ikut,
boleh?" tanyamu lagi
Kemudian si sopir
membukakan pintu di sebelahnya "ayo naik!" ajak nya
Tanpa ragu kau pun
beranjak menaiki mobil itu
"dinda mau
kemana?" tanyaku cemas sekali
Kemudian Kau menatapku dan
memberiku sebuah senyuman sebelum menaiki mobil
"jangan cemas kak,
dinda akan baik-baik saja"
Dan mobilpun melaju
kembali, kau melambaikan tangan padaku
Setelah itu tinggal aku
sendiri yang kebingungan, kau pergi begitu saja tanpa penjelasan yang berarti,
kau seperti ingin menjauh dariku Beribu pertanyaan hadir dan tidak terjawab
hingga ku cari tahu tentang engkau pada orang-orang terdekatmu, karena kita
berpisah dulu ketika masih kecil, tentu aku tidak tahu apa-apa tentang kamu,
hanya tahu kau adalah teman mainku, teman masa kecilku dimana setiap hari kita
selalu bermain kejar-kejaran bersama teman kita yang lainnya hanya itu memori
yang tersimpan dalam ingatanku dinda.
Dan sekarang aku kembali,
aku ingin mengulang kembali masa-masa dulu, masa dimana kita tidak pernah tahu
betapa kerasnya hidup, betapa kejamnya nasib dan betapa kacau nya nilai-nilai
kemanusiaan yang kita tahu adalah keindahan, keceriaan dan senyuman menyambut
terbitnya mentari pada pagi hari, tetapi engkau kini bukan kau yang dulu lagi, ternyata begitu cepat semuanya berubah..
Dinda, Ternyata hidupmu
tidak bahagia, kau kerap dirundung nestapa, ibumu telah meninggal dunia ketika
kau masih duduk di bangku sekolah dan ayahmu setelah kepergian ibumu bukan lagi
seorang ayah yang baik, dia menjadi seorang pemabuk dan suka main judi, dia
menjadi kasar terhadapmu maupun pada saudaramu yang lainnya, engkaupun dilanda
kemiskinan juga kesedihan karena ayahmu yang suka main judi mempunyai banyak
hutang, hingga kebun jagung tempat kita
bermain di jualnya, dan tak lama kemudian ayahmupun jatuh sakit dan meninggal
dunia menyusul ibumu, satu persatu orang-orang yang kau sayang, orang-orang
tempatmu bergantung meninggalkan engkau yang masih membutuhkan mereka,
engkaupun tak sanggup lagi melanjutkan sekolahmu, seperti saudaramu yang
lainnya kau mulai mencari uang sendiri untuk biaya hidup dalam usia yang sangat
muda sekali, Masa kecilmu yang bahagia
terampas dan tak kau temukan lagi masa-masa indah bersamaku, karena aku juga
pergi meninggalkanmu karena orang tuaku pindah rumah.
Aku sangat sedih
mendengarnya dinda, andai aku ada ketika itu, aku pasti akan selalu ada
untukmu, berbagi suka dan duka bersama meski dalam materi aku tidak bisa
Ku dengar pula dari
mereka, bahwa engkau sekarang telah menjual diri untuk membiayai sekolah adik-adikmu, aku sangat terpukul
sekali mendengarnya, tapi aku baru mendengar saja dari orang-orang, aku tidak
percaya sepenuhnya, bisa saja mereka hanya menduga-duga karena engkau yang
jarang pulang ke rumah atau terkadang pulang larut malam juga bisa saja mereka
hanya iri padamu dinda, aku tidak percaya bila aku tidak melihatnya sendiri
Dan pada suatu malam di
sebuah kelab dipinggiran kota aku melihatmu bernyanyi di atas panggung
disaksikan para pemuda maupun yang sudah tua-tua, mereka saling bersorak
gembira melihat penampilanmu, mereka berteriak-teriak mengucapkan kata-kata
kotor, ada rasa gembira tentu saja
karena aku masih ingat dulu kau mengatakan padaku kalau kau ingin jadi seorang
penyanyi, engkau sangat senang menyanyi bersamaku dulu dan kini cita-cita mu untuk menjadi seorang penyanyi
terwujud namun aku sedih dan sangat sedih karena kau bernyanyi tanpa busana aku
sangat terpukul melihatnya, kau telanjang disaksikan laki-laki yang penuh nafsu..
Akupun segera pergi dari
kelab itu, aku menangis sendirian di pinggir jalan, harapanku telah hilang,
kesayanganku telah terbuang, aku meratapi kenyataan diri yang tak bisa berbuat
apa-apa lagi, aku tidak tahu harus berbuat apa, ketika aku sampai di rumah aku
langsung membaringkan tubuhku yang terasa berat, kemudian aku teringat akan
sesuatu kubuka dompetku di dalamnya terselip foto ukuran kecil, foto dirimu
yang sedang tersenyum, aku ikut tersenyum melihatnya dan sekali lagi air mataku
tidak tertahankan, ia mengalir dengan deras.