Kisah Cinta Kita

1 komentar



Tiga tahun sudah kita menjalani kehidupan rumah tangga, dalam masa itu kita merasakan suka duka bersama, jalan memang tidak selalu mulus tapi kita percaya dengan kekuatan cinta jalan akan selalu ada buat kita untuk melewatinya, seperti jalan kita dulu semasa berpacaran yang penuh liku-liku, bahkan seperti tidak mungkin ketika itu untuk kita bersama karena aku malah menikah dengan orang lain dengan mantan kekasihku sebelum kamu tapi jodoh memang ditangan tuhan kita hanya bisa berencana dan menjalani apa yang telah seharusnya terjadi, hingga sekarang kita menjalani bahtera rumah tangga kita selalu yakin kita memang ditakdirkan untuk bersama, kita saling mencintai dan menyayangi, kau rela menerima ku ketika itu meski kau tahu aku seorang duda.

Tak akan pernah aku lupa, tiga tahun yang lalu kau meminta ku untuk untuk memberikan kepastian status hubungan kita yang sudah setahun lebih kita lalui tanpa kejelasan, kita sangat dekat layaknya sepasang kekasih, tapi aku sebagai seorang laki-laki belum bisa berkomitmen dengan status hubungan kita itu.

“Bukan cuma dinda aja yang capek, … kakak juga capek dengan perasaan ini, kakak gak mau seperti ini, kakak sayang sama dinda…. tapi, kakak takut nggak bisa bahagiain dinda!!” kataku waktu itu

 “Kak , kenapa kakak slalu berfikir begitu…dinda merasa bahagia bila didekat kakak bahkan dinda selalu merasa bahagia hanya dengan mengingat kakak, dinda sayang sama kakak!“ balasmu sambil menatap ku, dan aku bisa lihat dimata mu tersimpan ketulusan

“Kata sayang dan cinta sangat mudah untuk diucapkan, kakak butuh lebih dari itu, din…”

“Tolong jelasin sama dinda kak, rasa sayang yang seperti apa yang kakak butuhkan… rasa cinta yang bagaimana yang kakak inginkan dari dinda…. Jelasin, biar dinda tahu seberapa pantaskah rasa sayang dan cinta dinda ini buat kakak"

“Hanya waktu yang bisa menjelaskan semua itu, dinda…”

 “Setahun lebih dinda bertahan dengan semua ini…berharap cinta ini kakak sambut!”

“Setahun masih belum cukup buat kakak untuk bisa yakin memiliki cinta dinda… karena
 kakak sudah pernah melewati waktu 2 tahun hanya untuk bisa mengerti sebuah arti cinta dari orang yang sangat kakak cintai dulu… dan dinda tahu?...dia pergi ninggalin kakak, dan menyisahkan kehancuran dihati kakak”  jawabku dan kurasakan ada yang panas dimata ku

jika mengingat masa lalu dengan seseorang yang sangat kusayangi, linangan air mata menjadi saksi kepedihan hatiku meski tak sampai terjatuh. kau sangat mengerti kepedihan masa lalu yang aku alami.

 “Kak… jangan bayang-bayangin dinda dengan masa lalu kakak, dinda punya hati dan cinta yang berbeda, kalau kakak masih enggan melepas masa lalu, biarkan dinda yang pergi”
kau beranjak pergi meninggalkanku…

“dinda…” aku berhasil menahan mu

“Cukup kak, lepasin dinda..!” kau berontak

“dinda… tolong jangan tinggalin kakak, kakak hanya butuh waktu untuk semua ini” aku mendekap mu hingga wajah kita berdekatan, kita  bertatapan saling pandang yang membuat detak jantung ku lebih cepat secara tiba-tiba kau melingkarkan tanganmu ke leherku, kepala  kita mendekat perlahan, bibir kita bagaikan magnet cinta yang ingin bersentuhan dan saling melumat. Dan terjadilah moment yang sangat romantis kemudian kau melepaskan ciuman mu, dan berbisik di telingaku dengan suara bergetar karena menahan tangis..

“Mungkin ini yang pertama, atau mungkin akan menjadi yang terakhir buat kita… biarkan dinda pergi sekarang, kakak bisa miliki hati dinda jika kakak mau, jika kenangan dapat melupakan cinta sejati kakak, kembalilah pada masa lalu kakak”

dan akhirnya kau pergi meninggalkanku yang masih tertegun memikirkan kata-katamu saat itu… aku masih belum beranjak dari taman itu, aku merenungi setiap detail kejadian demi kejadian yang terjadi dalam hidupku…

“Ya Allah… kenapa kisah cinta ku ribet seperti ini?”
 kata-katamu terus terngiang ngiang  apa mungkin aku bisa melupakan masa lalu ku sementara kau kembali datang kepada ku.

Kemudian aku teringat akan pertemuan ku dengan devi mantan kekasihku itu bebebapa waktu sebelumnya

“kak.. Devi minta maaf sudah mengecewakan kakak, devi menyesal sudah ninggalin kakak!” dia memohon dengan linangan air mata.

“Kalau devi cuma mengharap kata maaf, devi sudah mendapatkannya kakak sudah memaafkan devi dari dulu!” jawabku

 “terima kasih…, devi semakin sadar kalau devi bener-benar merasa jadi perempuan terbodoh yang telah menyianyiakan laki-laki sebaik kakak, devi harap kakak masih mau nerima devi lagi, kita bisa menjalin kembali suatu hubungan dan… kita lanjtutin lagi mimipi-mimpi kita..”

aku semakin bingung dengan perasaan ku waktu itu dinda, di satu sisi aku merasa memang telah menemukan cinta bersamamu, tapi aku selalu takut tidak bisa membahagiakan mu, karena cintaku masih belum sepenuhnya untuk mu karena pada saat itu masih ada bayang-bayang devi dalam hatiku dan karena buatku kau adalah sosok yang sangat sempurna yang saat itu masih banyak laki-laki yang berusaha mengejar cintamu, memang selama setahun itu kau masih bertahan mencintaiku dan mengacuhkan tawaran - tawaran cinta dari laki-laki lain, tapi siapa yang tahu apa yang akan terjadi. Di lain sisi aku juga masih memikirkan mantanku devi, kehadirannya semakin membuat gamang hatiku. Jujur, selama itu pula devi masih terpatri dalam hatiku, meskipun sebelumnya dia telah menyakiti hatiku tapi aku masih selalu mengharapkan kedatangannya untuk meminta penjelasan kenapa dia meninggalkanku. Kedatangannya waktu itu menjelaskan semuanya, ternyata bukan keinginan dia sendiri untuk meninggalkanku dulu, itu semua karena paksaan orang tuanya yang menjodohkannya dengan pengusaha kaya, tetapi kemudian pengusaha kaya itu telah meninggalkannya, karena itu dia kembali, berharap aku mau merajut kembali kisah yang dulu pernah dilalui dengan indahnya.

Aku merana memikirkan cintamu dinda, haruskah aku memilihmu dengan bayang-bayang kesempurnaannya dan harus menguatkan hatimu untuk siap melihat begitu banyak lelaki yang akan memuja kekasihku itu , atau aku harus memilih kembali kepada sang mantan devi yang pernah menyakitiku tapi masih tulus mencintainya?

Kaupun pulang dan menangis, kau tidak  pernah bisa mengerti apa sebenarnya yang aku inginkan, setahun lebih menjalani kisah tanpa status yg jelas, perhatian & rasa sayang yang diberikanku kepadamu sudah tentu membuatmu jatuh cinta kepadaku. kau bingung kenapa aku menggantung cintamu  seperti itu, kau selalu menunggu, tapi bagimu apalah arti menunggu kalau tidak pernah ada kepastian, Dalam keadaan seperti itu, kau butuh sahabasahabatmu yang bisa kau jadikan sandaran untuk menumpahkan semua isi hatimu, hanya dua orang yang selalu ada untukmu waktu itu mereka selalu ada dalam suka maupun duka.
Fery dan retna… hanya mereka yang selalu bisa mengerti akan kamu, yang selalu siap menjadi apapun untukmu. kau hidup sebatang kara di sukabumi, orang tuamu meninggal karena kecelakaan pesawat sementara kakakmu satu-satunya memilih tinggal di jakarta untuk meneruskan perusahaan keluarga. Sebagai sahabatmu, fery dan retna di minta oleh kakakmu untuk menjagamu, dan merekapun berjanji akan selalu menjagamu dan selalu membahagiakanmu.  mereka jugalah yang mengenalkanmu kepadaku dulu. aku adalah sahabat mereka dan akhirnya setelah kedatangan mu ke sukabumi kita berempat bersahabat, kau, aku, fery dan retna… dalam persahabatan itulah awalnya terjadi benih-benih cinta antara aku dan kamu hingga selanjutnya menjadi rumit.

Kau menghubungi mereka, dan seperti biasa mereka berusaha meredakan perasaanmu yang hancur karena aku

“din, dia itu sebenernya gengsinya gede jadi dia masih jaim-jaim gitu mau nembak dinda, dia juga sebenernya cemburu sama laki-laki  yang ngejar ngejar dinda, si israj, Taufan, irfan, teguh siapa lagi tuh… jadi dinda tenang aja, cinta si ruslan Cuma buat dinda” kata retna berusaha menenangkanmu yang masih menangis

 “Dinda kan nggak pernah nanggepi mereka Na, terus ngapain si kakak cemburu  Ya udah mulai sekarang dinda bilang ma mereka jangan gangguin dinda lagi, biar si kakak cepet nembak dinda…!!’
“Ya uda sekarang senyum donk… biar cantik lagi” rayu fery padamu kau mulai tersenyum

 “terima kasih fey.. karena selalu ada buat dinda”
kemudian memeluk retna

 “Na  juga..!!”


Keesokan harinya…
Sebuah musibah terjadi padamu, kau menagalami kecelakaan dan pihak kepolisian menghubungi mereka mengabarkan kau telah dirawat di rumah sakit
keadaanmu sangat parah saat itu bahkan kaupun di nyatakan koma oleh dokter,
Retna dan fery menghubungiku untuk mengabarkan semuanya.. Saat itu aku sangat terkejut mendengarnya

“Na.. dimana dinda sekarang??” Tanyaku dengan muka yang sangat tegang saat itu ketika tiba di rumah sakit

“Di dalam rus… masih di periksa dokter, tunggu dulu aja disini!” jawab retna

 “Gimana keadaannya… kenapa bisa sampai kecelakaan kayak gini?” aku mondar mandir

“Tadi pagi si dinda di jemput si israj buat sarapan… masih di selidiki oleh polisi di TKP bagaimana sebenernya kronologi kecelakaannya!!” terang Retna

Mendengar nama si israj disebutkannya, pikirankupun jadi kacau…  pikirku ternyata kau memang berniat meninggalkanku, seperti yang kau katakan itu
Tiba-tiba rasa simpatiku kepadamu hilang begitu saja, rasa kecewa malah menjalari hatiku waktu itu, aku merasa kau hianati yang pada akhirnya saat itu aku memutuskan untuk pergi dari Rumah sakit tanpa ingin melihat keadaan mu dahulu

“rus… mau kemana?” Tanya retna saat itu, heran melihatku tiba-tiba lari kearah luar

 dan Dalam perjalanan pulang itu aku sibuk dengan pikiranku yang kacau, kenapa kau tega melakukan semua itu karena baru kemarin itu kau minta kejelasaan hubungan kita, tapi kau dengan mudahnya mau jalan sama lelaki lain, akhirnya ketakutan yang aku rasakan pada waktu itu terjadi juga, kau meninggalkanku dan memilih cinta dari orang lain…
 
Dua Minggu kemudian setelah kau mengalami kecelakaan, Keadaanmu masih belum ada kemajuan yang signifikan, kau masih terbaring koma. mereka masih setia menemanimu di Rumah sakit, siang malam mereka selalu berada di sisimu, sementara aku tidak sekalipun datang walau hanya untuk menengok atau menanyakan perkembangan keadaanmu saat itu.  merekapun merasa heran kenapa orang yang sangat kau cintai itu tidak pernah terlihat batang hidungnya, mereka menghubungiku lewat hp tapi sengaja aku mengabaikan mereka karena aku terlanjur kecewa padamu saat itu dan karena mantan kekasihku devi mendesakku untuk segera menikahinya yang akhirnya aku melamar devi berangkat dari kekecewaanku padamu,  aku memang tidak tahu yang sebenarnya terjadi yang aku tahu kau pergi kencan dengan si israj, aku pikir dengan menikahi devi kekecewaanku akan segera hilang karena devi memang seseorang yang masih sangat kucintai saat itu.


“Lu punya hati nggak sih rus? … lu tega ngelakuin semua ini sama si dinda?” tanya si fery yang datang ke rumahku ketika itu setelah aku berikan sebuah undangan pernikahan,  dia terlihat emosi dan aku diam…

“Bilang sama gue, kenapa lu lakuin ini…?” tanya si retna

“Gue minta maaf, gue nggak bisa ngebahagiain dia, biarlah dia bahagia sama laki-laki lain, dan biarkan gue juga mencoba bahagia dengan orang lain!” kataku pada mereka

“Tapi dinda cuma mau bahagia sama lu, rus…" balas retna

 Gue yakin, suatu saat lu akan nyesel udah ninggalin dia!” fery menimpali dan kemudian merekapun pergi meninggalkanku saat itu dengan sejuta kemarahan padaku


4 hari kemudian, kau masih tetap terbaring dalam koma. Disampingmu ada mereka yang masih setia menemanimu. Saat itu tiba-tiba mereka melihat air mata mengalir di pipimu mereka sama-sama aneh melihat air mata itu yang keluar begitu saja tanpa ada isak tangisan atau apa, merekapun saling berpandangan tidak mengerti atas apa yang terjadi padamu, kemudian retna teringat akan sesuatu

“Fey lihat!” retna menunjukkan jam tangannya pada si fery

“hari ini jam 10:10 si ruslan akan melaksanakan akad nikah, dan sekarang tepat jam 10:10 apa mungkin air mata dia ada hubungannya dengan ini?”

“Ya, mungkin aja Na… ”

Tepat ketika air matamu itu keluar membasahi pipimu aku melangsungkan akad nikah tepat pada jam 10:10
dengan tegas kuucapkan

“Saya terima nikah dan kawinnya devi sri rahayu binti kosih dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan emas 100gr dibayar tunai”

“Sah…” para saksi saling mengangguk

“Alhamdullilah….” semua undangan serempak mengucapkan syukur
Saat ituTiba-tiba saja air mataku serasa mau keluar tapi rasanya bukan air mata kebahagiaan atau keharuan karena pernikahanku, entahlah itu air mata apa.. ia keluar tanpa kusadari, yang kini kutahu itu sebagai jeritan hatimu
Diantara undangan yang datang untuk mengucapkan selamat kepadaku & devi, ternyata ada sosok israj hadir di acara itu. Ya israj hadir dengan kedua tongkat di tangannya, kondisinya memang belum fit, tapi saat itu dia memaksakan diri untuk datang menyampaikan sesuatu padaku, dia menghampiriku

“Maaf rus, ada yang harus gue katakan”  katanya dengan serius waktu itu

aku minta ijin kepada devi untuk berbicara sama dia, devi memperbolehkanku tanpa sedikitpun terpancar kecurigaan di wajahnya, kemudian aku dan si israj menuju tempat yang agak sepi, dan disitulah dia menceritakan semua yang terjadi pada hari nahas itu, apa yang sebenarnya terjadi antara dirinya dan dirimu, bukan seperti yang kupikirkan ternyata…

“dinda nggak pernah memilih gue… hatinya Cuma buat lu, rus! Dinda minta gue untuk tidak lagi mengharapkannya dan berhenti mengejar cintanya, karena dia tahu, itu salah satu alasan kenapa lu belum bisa berkomitmen dengan dinda… lu masih ragu dan sering cemburu pada laki-laki yang mendekati dinda” dia menjelaskan semuanya aku hanya terdiam mendengar penjelasannya

"kenapa lu baru bilang sekarang?" tanyaku, meski aku tahu dia baru tersadar dari koma.

Kemudian Aku sadar sudah melakukan kesalahan besar, menyia-nyiakan ketulusan cinta darimu tapi semua sudah terlambat, aku telah memilih Jodohku dan  ikrar suci terlanjur terucap dari lisanku, saat itu aku telah menjadi seorang suami dari devi dan aku harus bertanggung jawab dengan statusku saat itu…

Dua Bulan Kemudian…
Kaupun  sadar dari koma, kemudian kau menjalani pemulihan di rumahmu, kau belum tahu apa yang sebenarnya terjadi.  Fery, retna dan teman-teman kita yang lain tidak menceritakan pernikahanku kepadamu, mereka takut kau tidak bisa menerima semua itu, dan itu akan berakibat fatal pada proses penyembuhanmu. Ketika kau menanyakanku, mereka selalu bilang kalau aku sedang ada pekerjaan ke luar kota untuk waktu yang cukup lama jadi belum bisa menemuimu. Setiap hari mereka mengirim hadiah untukmu tapi atas namaku, Jadi kau tidak merasa kehilanganku karena tiap hari selalu datang hadiah-hadiah dan kata-kata semangat dariku dan itu sudah cukup membuatmu bahagia meski belum bisa bertemu denganku.

“Kalau kak rus pulang, dinda harap dia sudah bisa nembak dinda, aku pengen nikah sama dia… aku pengen bahagia sama dia!” katamu suatu hari ketika menerima boneka beruang atas namaku dengan senyum terkembang di bibirmu
Retna merasa tak tega melihatmu terjebak dalam harapan kosong seperti itu.

 ****
sementara Rumah tanggaku dengan devi terasa hampa, aku tidak menemukan kebahagiaan yang selama itu ku harapkan bersamanya dan dalam hatiku sebenarnya ada sebuah penyesalan telah menyia-nyiakanmu dan saat itu aku merasa devi berubah sikapnya, entah karena apa

 “A…sampai kapan kita akan seperti ini?” Tanyanya padaku pada suatu malam
“Maksud devi apa…bukannya kita baik-baik saja?” aku balik bertanya tak mengerti maksudnya
“Tidak A.. rumah tangga kita tidak baik-baik saja… raga Aa disini, tapi hati dan fikiran Aa entah dimana?.. apa Aa menyesal nikahin Devi?” tanyamu dan kulihat matamu memerah
“Vi, Aa nggak nyesel nikahin devi, kita akan baik-baik saja…kita hanya butuh sedikit adaptasi saja dengan status kita sebagai suami-istri!”
Tapi saat itu dia malah menangis dan aku jadi serba salah
“Devi tahu Aa tidak bahagia sama V sekarang, kalau Aa mau lepasin devi sekarang…devi rela  A!” katanya dengan terisak
“Apa maksud devi?" aku sangat terkejut sekali, sungguh suatu kata yang tidak ingin aku dengar, dan aku merasa bersalah saat itu
“Devi rela Aa ceraikan” aku merasa seperti ada petir menyambar - nyambar diluar

Tetapi pada Malam itu aku tidak terlalu menanggapi ucapannya meski hal itu terus menghantuiku, kurasa dia hanya sedang tertekan saja dan tidak sadar mengucapkan itu, tapi dari hari ke hari dia malah jadi semakin jauh, dan pada  suatu pagi aku memergokinya sedang mengemas baju-bajunya pada sebuah koper

"devi mau kemana?"

 ****

aku memutuskan untuk menemui kedua sahabatku fery dan retna, sebenarnya saat itu aku masih malu untuk menemui keduanya karena telah mengecewakan mereka, tapi demi memperjuangakan cintaku padamu, saat itu aku butuh mereka. kemudian  aku menceritakan semua yang terjadi pada rumah tanggaku dan alasan kenapa aku menikahi devi dan sekaligus memohon bantuan mereka untuk kembali bisa mendapatkan cintamu…

Kau saat itu tengah duduk di taman rumahmu, di tanganmu tergenggam sebuah buku yang terbuka, tapi kau sedang tidak membaca buku itu, ku tak tahu apa yang sedang kau pikirkan, waktu itu aku melihat air matamu menetes membasahi bukumu

 “Din…!!” sapaku, namun kau diam saja tidak bergeming

 “Dinda gimana kabarnya” ulangku dan akhirnya kau mau menoleh, matamu merah basah

"mereka memberi tahu dinda kakak akan datang" katamu dingin

"oh" ucapku sambil tersenyum

"selamat ya atas pernikahan kakak sebelumnya!"

“Din…Ma’afin kakak” aku merasa tak berdaya mendengar ucapan itu

"Kalau kakak cuma mengharap kata maaf, kakak sudah mendapatkannya dinda sudah memaafkan kakak!"

Oh jawabanmu sama persis seperti jawabanku pada devi ketika dia meminta maaf
"terima kasih" jawabku sambil tersenyum, aku mencoba mendekatimu saat itu, aku ingin menghapus air matamu, dan ketika kulakukan air matamu malah semakin deras dan kau menepis tanganku

"kenapa kakak tega sekali sama dinda"

"dinda.. Kakak memang salah kakak fikir saat itu dinda jalan sama si israj untuk melupakan kakak, kakak sakit hati saat itu dinda, kakak diliputi rasa kecewa dan tidak tahu yang sebenarnya terjadi antara dinda dan si israj dan kakak juga terlalu cepat mengambil keputusan, yang akhirnya kakak sadar kakak telah melakukan kesalahan yang besar dan hari-hari selanjutnya kakak semakin sadar kalau cinta kakak hanya untuk dinda bukan untuk mantan istri kakak itu"

Dan tangisanmu tak juga reda
"ini terjadi karena kesalahpahaman saja dinda, tolong jangan nangis maafkan kakak" ratapku Berharap jalan terang kau berikan padaku, namun di hari itu kau tidak memberikan kepastian apa-apa, kau hanya memintaku untuk menunggu hatimu untuk bisa menerima semua itu, aku mengerti akan perasaanmu waktu itu dan akupun pergi hanya dengan membawa harapan tetapi aku sangat yakin kau akan menerimaku kembali

Hingga akhirnya keyakinan itupun terjadi, suatu hari kau berdiri di depan pintu rumahku dengan tersenyum manis seperti tidak terjadi apa-apa antara kita sebelumnya, aku menyambutmu dengan ketulusan hati, senyummu itu adalah kenangan indah yang tak mungkin akan aku lupakan sampai kapanpun dan aku tahu sebagai jalan takdir yang harus dilalui,
sampai sekarang hingga kisah kita ini ditulis kita adalah sepasang suami istri yang berbahagia.


Continue reading →

Sebuah Jalan, Sebuah Pilihan

0 komentar

Jalanan sepi dan basah, Tetapi, lampu-lampu jalanan kiranya masih menyala kala itu, sehingga paras pucat mu sempat tertangkap meski tidak terlalu jelas lantaran cahaya lampu terhalang ranting pohon. Hujan sudah selesai, tetapi udara tentu saja sangat dingin. Tanpa hujan pun udara malam tetap dingin, bukan?

kau meletakkan bokong mu di bangku halte dengan cemas yang deras menggerayangi perasaanmu. Jemari tanganmu yang lentik terawat meremas-remas sapu tangan basah yang digunakan untuk menyeka wajah dan rambutmu. Sebuah tas kecil terbuat dari kulit berwarna coklat talinya masih nyangkol di bahu, dikempit ketiak. Kopor hitam didekap kedua lututmu yang gemetar. Cahaya temaram menyembunyikan tubuhmu yang menggigil dibungkus jaket dan kaus hitam ketat. Kecemasan makin deras, sukar dibendung. kau sering mengalami kecemasan. Tapi kali ini baru dialami sepanjang hidupmu

kau urung membakar sisa rokok yang tinggal sebatang-batangnya. kau masukan kembali rokok itu ke dalam saku jaket. Taksi yang diharapkan lewat dan membawamu pergi dari tempat itu tak juga muncul. Udara dingin terasa semakin menghisap tenaga dan denyut nadimu serupa terik matahari menghisap embun di pagi hari. kau meraba dadamu, seakan mengukur kemampuanmu untuk bertahan.

Di langit bulan direnggut lapisan awan tebal. Sisa hujan menggenang di jalan berlubang, sesekali berkilau tersiram cahaya lampu. Tak ada suara angin atau gonggongan anjing. Hanya sesekali, lamat, suara kersik daun kering yang putus dari tangkainya melayang tenang sebelum hinggap di badan jalan yang betul-betul lengang seperti kuburan.

kau mengutuk peristiwa demi peristiwa yang dialamimu. Bukan hanya rentetan peristiwa yang beberapa jam lalu dilewatimu. Melainkan terutama peristiwa yang dialami masa kanak dan remajamu yang singkat dan muram. kau meremas sapu tangan seakan meremas kecemasan yang terus menjalar dan menggerogoti lapis demi lapis ketegaran yang sekian lama dipupukmu. Dengan ragu-ragu dirogohnya saku jaket, mencari-cari rokok yang tadi tak jadi disulut. Ujung jemarimu menyentuh tembakau yang terburai dari kertasmu yang koyak karena gesekan dan saku jaket yang lembab.

Dibakarnya batang rokok yang koyak separuh, lantas kau sedot setengah hati. kau membuang ludah yang terasa pahit di lidah. Tenggorokanmu bagai terbakar, panas dan perih. Di telingamu suara nyamuk berdenging, menggigit kulitmu yang halus dan masih menyisakan harum. Tak ada kunang-kunang, membuat malam sungguh-sungguh kelam.

Pandanganmu terus menyorot ke kanan sampai lehermu pegal; arah dari mana dirimu muncul tersaruk menyeret kopor. Ketegangan menyerang tubuhmu. kau merasakan urat-urat leher menegang dan kaku. Taksi yang ditunggumu tak pernah muncul. Jalan itu memang tak dilintasi taksi apalagi di malam sepi dan dingin sehabis hujan seperti itu. kau lupa, bahkan ojek pun tak berani melintas di sana. Baru kali ini kau linglung dan kehilangan akal apa yang harus diperbuatmu.

kau mengetatkan dan menaikkan kerah jaket mencoba menghalau dingin. Tapi dingin tak bisa dihalau, kau telah bersekutu dengan malam dan sepi, mengundang kenangan yang berdiam dalam ingatanmu. kau serasa mendengar umpatan papa. Mendengar jeritan mama dan Ning, kakak sulungmu. Mereka berkelebatan mengurung matanya ke mana pun dibenturkan. kau tidak pernah menemukan tempat yang benar-benar mampu menjauhkan ingatanmu dari mereka dan seluruh peristiwa yang membuatmu membenci mereka. Mama dan papa seingatmu tak pernah bertemu kecuali untuk saling menumpahkan caci maki. Tak pernah kau lihat mereka duduk bersama, bercengkerama, apalagi secara mesra mengulurkan tangan untuk dicium saat dirimu berangkat sekolah.

kau dapat mendengar dengan jelas suara tangan papa menggampar pipi mama disertai bentakan, lantas lengkingan mama yang membuatmu terhenyak malam-malam. Disusul denting gelas dan cangkir beterbangan menghantam dinding. Kakak Ning tak pernah pulang kecuali dalam keadaan mabuk dan dipeluk seorang perempuan seusia mama. Mereka berdekapan sepanjang malam dengan pakaian separuh tanggal sambil mendesiskan suara-suara yang membuatmu mau muntah. kau sendiri menggigil di balik pintu kamar. Adikmu, Riko, yang menderita autis pulas dalam pelukan tante kirana di kamar.

kau tahu, Rikolah yang menjadi pangkal pertengkaran mereka. Papa menuduh Riko anak hasil perselingkuhan mama dengan pemuda-pemuda yang suka nongkrong di mall; bukan anak dari benihnya. Sebaliknya, mama yakin papa yang sering keluyuran malam dan bergonta-ganti pasangan yang menyebabkan Riko terlahir cacat.

Batang rokok terakhir sudah habis. Puntungnya yang masih mengepulkan asap tanpa sadar kau remas. Sesaat kau menjerit dan terperanjat karena panas. Perlahan udara bergerak dari arah selatan tanpa suara. Wajahmu menegang lagi seperti ada anak-anak yang menarikmu. Suasana makin hening. Gemeretak gigimu terdengar nyaring. kau melepas tas dari pundak kemudian kau peluk. Meletakkan pipi di atasmu.

Seperti yang kau lakukan saat hatimu tiba-tiba perih direnggut rindu pada mama.
"Kamu kenapa, dinda?" tanya teman laki-lakimu melihat kau murung.
"Tidak apa-apa, kak," jawabmu seraya menatap mata laki-laki itu.
"Dinda masih tak mempercayai kakak? Hmm."
"Tidak. Kak jangan sentimentil, donk."

Mereka sudah cukup lama berhubungan. kau tidak pernah mencintai seseorang seperti kau mencintai laki-laki itu. Laki-laki yang mula-mula menyerahkan penanganan urusan rambutnya. Laki-laki itu ketagihan pijatanmu yang enak. Pelayananmu yang serba lembut dan menyentuh membuatnya berlangganan setiap pekan. Tentu tidak terbatas pada urusan rambut, melainkan juga perawatan kulit dan wajah. Pria metroseksual, kata orang-orang. kau suka menatap lekat-lekat rahangnya yang kukuh, dagunya yang selalu kebiruan. kau terpesona pada gaya bicara dan terutama suaranya yang basah dan terdengar mendesah. Maka usai dengan urusan rambut, biasanya laki-laki itu berlama-lama duduk di sana sampai malam larut oleh embun, mengobrolkan entah apa denganmu.

"Kenapa dinda memilih hidup seperti ini?" demikian laki-laki yang kau panggil kakak itu pernah bertanya.
"Kenapa?" kau balik bertanya.
"kak Pengin dengar ceritanya."
"Buat apa?"
"Nama dinda bagus."
"Ah."
"Bukan nama pemberian orang tua dinda, kakak kira."

Obrolan-obrolan serupa berlanjut terus setiap laki-laki itu datang. Berceritalah kau tentang kebencianmu pada mama, papa, dan Kak Ning, juga rasa iba terkira pada kondisi Riko. Tetapi terutama pada peristiwa demi peristiwa yang membuatmu membenci mereka semua.

"Itu yang membuat dinda memilih begini?"
kau tak menjawab. teringat pada keputusan besarmu: mengkastrasi kelaminmu, mengubahnya menjadi vagina. kau yakin benar kekeliruan itu harus diluruskan, bukan karena kebencianmu pada papa, mama dan Kak Ning yang entah sudah mati atau masih gentayangan entah di mana.

"Apakah salah."
dia tidak menjawab. kau sendiri tak merasa memerlukan jawaban sebagimana kau juga tidak perlu tahu sungguhkah dia mencintaimu? Disimpan saja keraguan itu. kau berharap dia sungguh-sungguh.

"kakak laki-laki, bukankah dinda perempuan?" ujarnya seakan mengerti perasaanmu.
"Hmm, dinda gembira. Tapi tidakkah ini …"

kau menepuk-nepuk telapak tanganmu, membersihkan debu puntung rokok. Menelan ludah yang panas bagai lahar membakar lidah dan tenggorokan. Langit makin pekat. Selembar daun jatuh tepat di pangkuanmu. Seekor kucing tiba-tiba mendekat dan menyentuh-nyentuhkan tubuh ke kakimu. Di langit lapisan awan tebal tak menyisakan kerlip gemintang. Kenangan pelarianmu dari rumah dengan mencuri semua perhiasan mama mendadak membayang lebih jelas. Seperti baru kemarin kau meninggalkan rumah yang kau kutuk bagai kamp penyiksaan bagi jiwamu.

Dengan percaya diri kau menjual semua perhiasan mama untuk menyewa ruko dan memulai usaha membuka salon. kau adalah seorang yang ulet, terbukti salon yang kau kelola tak pernah sepi pelanggan. kau tidak perlu menjadi pengamen atau berdiri malam-malam di perempatan jalan menunggu mangsa; seperti kebanyakan kawan-kawanmu.

Rupanya mama masih hidup, ia mendengar kabar mama masuk rumah sakit. Perempuan itu tak mengenalimu ketika kau menjenguknya di rumah sakit. Wajah mama nampak begitu pucat dan renta.

"Siapa kamu?" tanya tante kirana yang menjaga mama. kau tak merasa perlu menjelaskan dirimu. kau hanya berkata supaya mama dijaga, lantas pergi meninggalkan sekeranjang bunga dan buah-buahan. Sayup-sayup kau mendengar teriakan tante kirana memanggilmu, "Rava, Rava…" Sesunggguhnya kau ingin menghentikan langkah dan berbalik menemui mereka. Tapi keberanianmu tiba-tiba menguap entah ke mana.

kau menelan ludah. Lamat kau dengar suara roda gerobak bakso yang didorong tergesa. kau menggeser dudukmu, mengangkat wajah melihat tukang bakso makin mendekat, dan melintas tanpa menoleh ke arahmu.

Bertahun-tahun kau tak pernah pulang. Berusaha melupakan mama, papa, Kak Ning , Riko dan semua impitan peristiwa masa kanak. Namun sering gagal. Semuanya selalu menguntit ingatanmu. Setahun setelah peristiwa di rumah sakit, kau mendengar kabar mama meninggal. Kak Ning mengalami stres berkepanjangan, dan Riko dibuang tante kirana ke rumah panti anak-anak cacat. Papa entah ke mana.

kau memejamkan mata, berusaha membebaskan dari impitan ingatan. Tetapi peristiwa lain yang menyeretmu ke tempat ini menyerbu kepala. kau mendengar kabar perselingkuhan dia dengan penari bar. Santi, karyawan setiamu yang mengatakan kabar itu. kau mendatangi hotel tempat mereka kencan. Setelah berdebat cukup alot, dengan berbelit resepsionis hotel itu memberi tahu nomor kamar mereka. Perasaanmu berdebar kencang saat memijit tombol lift.

Di kamar yang dituju kau hanya mendapati seorang perempuan. Beberapa lama terjadi perang mulut. kau sempat menampar perempuan itu. kau ingin menuntaskan kegeramanmu dengan melempar perempuan itu melalui jendela. Tapi itu tak kau lakukan, kau masih bisa menahan diri. Sebelum membanting pintu, kau mengakhiri pertengkaran dengan meletakkan mata belati yang berkilat di dada perempuan itu sambil membisikkan ancaman,

"Lupakan dia, atau ujung belati ini merobek jantungmu."

kau melangkah pelan menyusuri karpet lorong hotel, berusaha tidak menimbulkan suara. Tiba di salon, kau melihat dia sudah berdiri di sana sambil berkacak pinggang.

"Mulai malam ini, jangan campuri urusan kakak, waria haram jadah!"

Peristiwa berikutnya berlangsung begitu cepat. kau menyeret laki-laki itu ke kamar, lalu kau banting di sana. Laki-laki itu dengan cepat bangkit menjambak rambutmu, mencekikmu, menampar kedua pipimu sangat keras, sampai bibirmu pecah. kau limbung beberapa saat, kemudian meraih gunting di meja hias dan menusukkannya berkali-kali ke dada laki-laki itu. Setelah menyeka muncratan darah di muka, kau meraih pedang panjang yang selama ini menjadi hiasan di dinding. Dengan kalap memotong-motong mayat lelaki itu menjadi beberapa bagian.

Malam sudah melewati separuh perjalana. kau masih di duduk di bangku halte. Mengutuk perasaanmu sendiri yang begitu sentimentil. Kini kau teringat Santi. kau memintanya tidak mengikuti dirimu.

"Pergilah, Santi, jangan ikuti dinda. Bawalah uang ini untuk bekal. Pergilah sejauh-jauhnya dari kota ini. Semoga semuanya akan baik-baik saja. Biar dinda pergi menyusuri jalan ini sendiri. Sebab dinda belum tahu tempat mana yang akan dituju."

Hatimu bagai teriris melihat punggung karyawan setiamu itu pergi membawa tangisnya yang mencekam.
Hujan turun lagi. Tiba-tiba kau merasa dirimu begitu tua, lelah dan teraniaya. Kepalamu tak kuat lagi disesaki peristiwa demi peristiwa penuh kepalsuan. Tak sanggup lagi membayangkan keluarga bahagia. Menata rambut para pelangganmu yang setia. Hidupmu terlalu sesak dengan keperihan, tak ada tempat bahkan untuk kisah cinta yang paling iseng dan sederhana. Maka tak ada lagi alasan untuk pergi dari situ. Begitu akhirnya kau memutuskan. Biarlah besok sekawanan polisi menggiringmu ke penjara.



Continue reading →

Sekilas Tentang Sebuah Rahasia

0 komentar



"kakak kenapa?" tanya mu bersama gemuruh ombak yang saling beradu, aku sedang terdiam mematung memandangi lautan yang terbentang luas di depanku

Aku hanya memberi mu seulas senyuman dan tetap terdiam, aku tahu sedari tadi kau memperhatikanku, kau mungkin melihat aku tidak seperti biasanya dari semenjak kita dan teman-teman yang lain berangkat dari rumah ke pantai pelabuhan ratu ini.

"ada apa?" tanyamu lagi "cerita donk, siapa tahu dinda bisa bantu kalau ada apa, kalau kakak mempunyai masalah jangan dipendam sendirian!"

"kakak hanya sedang memikirkan diri sendiri dan orang-orang?" jawabku

"maksud??"

"mmh, kakak mau tanya dan tolong jawab dengan jujur ya, apa menurut dinda kakak selama ini kasar atau nggak sopan kepada teman atau orang-orang?"

Kau terdiam beberapa saat mendegar pertanyaanku itu
"ok selama dinda kenal kakak, dinda tidak menemukan kakak bersifat kasar kepada siapapun, dan kalau dibilang sopan ya nggak terlalu dan dinda rasa kakak sudah berusaha menunjukan bagaimana bersikap kepada teman biasa, teman deket, orang lain dan orang yang lebih tua dari kakak.. Sebenarnya ada apa kak?"

"dinda tahu...., kata mereka kakak tidak punya sopan santun"! Kataku sambil mengeluarkan nafas

"mereka siapa?"

"orang yang kakak anggap sebagai teman dekat, orang yang kakak anggap sebagai pacar tentu bukan dinda dan teman-teman disini yang kakak maksudkan"

"emang.. apa yang sudah kakak lakukan kepada mereka, tidak mungkin mereka bilang seperti itu kalau tidak ada sebabnya?" tanya mu

"mungkin semua karena kurang komunikasi......"

"ya, terus?"

"kakak memang jarang ngobrol dengan mereka, paling kakak hanya sekedar menyapa saja, karena kakak memang tidak ingin banyak ngomong, mungkin kediaman kakak itu dianggap lain sama mereka"

"apa kakak juga jarang ngobrol dengan pacar?"

"tidak, tetapi ada masalah lain bagi dia, mungkin dia merasa tertekan oleh omongan teman-teman nya tentang kakak, sehingga dia merasa tidak enak dan berusaha mencari kesalahan - kesalahan kakak sampai masalah yang kecil dibesar-besarkan padahal kalau dipikir secara logis itu terlalu mengada-ada"

"seperti apa itu?"

"coba apa kakak tidak sopan ketika ingin masuk rumah ketok pintu dulu??"

kau memasang wajah tidak mengerti kemudian tersenyum
"menurut dinda itu hal yang memang harus dilakukan ketika ingin masuk rumah orang, apalagi kalau yang punya rumah adalah teman deket kita apalagi pacar, itu sudah termasuk sopan daripada langsung slonong boy kayak ular, emang mereka maunya seperti apa gitu?"

"katanya kakak kalau mau masuk harus bilang salam dulu"

Kau memandangku dan tersenyum "menurut kakak sendiri itu baik atau tidak?"

"baik memang!" jawabku yakin

"ya, itu memang baik dan sangat sopan sekali kak, berarti mereka berasal dari keluarga yang sangat menjaga etika dan kesopanan, berarti mereka adalah orang yang baik-baik tapi dinda sudah dapat menyimpulkan satu hal dan ini sangat penting"

" apa itu?"

"kesalahan kakak, yang mereka pikirkan hanya kesalahan kakak saja sedang mereka merasa berada pada jalur yang benar, sehingga apa yang mereka lihat adalah hal-hal yang jelek-jelek saja tentang kakak dan mereka merasa pada jalur yang benar sehingga hati mereka tertutup untuk menyadari bahwa kakak menganggap mereka teman dekat yang tidak usah banyak basa basi, yang sudah tidak canggung lagi yang sudah merasa seperti kenal sudah lama sekali, mereka tidak menyadari hal itu karena yang mereka pikirkan adalah bahwa kakak orang yang tidak mempunyai sopan santun, akibatnya hukum tarik menarik memberikan hal-hal yang menjadikan kakak adalah orang yang tidak punya kesopanan bagi mereka dan akan terus seperti itu selama mereka tidak mengubah cara pandang mereka"

"jadi bagi mereka kakak tidak ada benarnya?"

"ya, selama yang mereka pikirkan adalah kejelekan atau kekurangan yang ada pada kakak saja, perlu kakak ketahui juga bahwa setiap orang ketika berargumentasi selalu merasa dirinya paling benar apalagi ketika menyalahkan orang.."
Aku mengangguk ngangguk sangat mengerti,

Kulihat didepanku teman-teman sedang berenang bermain ombak dan airnya sampai juga pada kakiku yang kubiarkan menjulur ke arah pantai. Dan angin yang kencang membuat rambut panjangmu terurai

"dan  ada satu hal yang sangat mendasari" lanjutmu sambil merapihkan rambut

"apa itu?"

"apa yang sekarang terjadi pada kakak adalah akibat dari apa yang sudah kakak pikirkan, kakak yang menarik konflik seperti itu, kakak yang menarik orang-orang yang bersikap seperti itu pada kakak, semua karena kakak sendiri yang..."

"koq sekarang jadi kakak yang salah??" potongku, aku tidak mengerti

Kau tersenyum kecil melihat ketidak mengertianku
"sebenarnya diri kita sekarang adalah akibat dari apa yang sudah kita pikirkan kak, bukan kesalahan orang lain, kita tidak berhak menyalahkan orang lain... Meski dalam kenyataannya mereka yang berbuat salah tapi jika kita mengetahui rahasia kehidupan ini, kita akan tahu bahwa kita sendirilah yang menentukan hal baik untuk datang ataukah hal buruk yang datang" jelas mu

"rahasia kehidupan seperti apa dinda, apa yang tidak kakak ketahui selama ini?"

"nggak sekarang kayaknya, nanti saja di rumah dinda, dinda akan jelaskan semuanya kalo disini waktunya untuk kita bersenang-senang, dinda Cuma memberi gambaran saja dulu. ayo kak jangan murung cobalah untuk merasa senang lupakan dulu masalah itu, ayo gabung sama mereka!" ajakmu sambil beranjak

Jelas aku jadi penasaran tetapi memang seharusnya sekarang aku bersenang-senang bukannya murung, sekarang aku akan bersenang senang dulu dan sebuah rahasia besar yang masih disembunyikanmu akan segera aku ketahui.









Continue reading →

Perempuan Berambut Lurus Berponi

0 komentar



Kau tersenyum, matamu berbinar menatapku, kau tentu bahagia menjalin hubungan bersamaku yang penuh dengan canda tawa dan romansa, aku sangat bahagia saat ini, aku selalu teringat akan dirimu, segalanya tentang mu aku tahu, aku selalu ingin melihat rambut sebahu mu yg lurus berponi, lurus seperti benang kecil berjajar, entah kenapa indah rasanya...

Dan disini di pinggir danau kita menikmati sore hari, di kota bunga tempat para konglomerat berlibur atau hanya sekedar beristirahat, tadi kita sudah mengelilingi rumah-rumah mewah tak berpenghuni yang bisa kita duduki teras depan nya, yang bisa kita nikamati indah tamannya dan kita berfoto dengan background rumah-rumah bergaya eropa. Kita berdua takjub pada keindahan arsitekturnya, begitu luasnya daya imajinasi manusia, ada yang berbentuk segitiga, ada yang kotak dan ada juga yang bergaya sebuah hotel.

Dengan motor matik ku kita mengelilingi setiap jalan, kau mendekapku dari belakang terasa hangat sampai ke hati, badan ku serasa ringan karena segala penat dan pikiran-pikiran yang berkecamuk serasa hilang, tempatnya digantikan dengan keindahan hati, kenyamanan dan cinta. Perasaan seperti inilah yang selalu didamba setiap orang, perasaan seperti inilah yang membuat manusia menjadi tenang. Kita berdua bersenandung bersama melagukan getaran cinta di dada, setiap tarikan gas yang kupacu, terasa pelukanmu semakin erat, seperti tak ingin kau kehilangan diriku...

"Indah dan mewah sekali rumah-rumah disini ya kak!" katamu, ketika kita melewati sebuah rumah besar bertingkat dua
"cuman sayang ya nggak diisi" lanjutmu

Dari kaca spion motorku kulihat kau begitu terpesona dengan rumah besar betingkat dua itu, tentu akupun kagum dinda, kutahu kau berkhayal untuk tinggal di rumah itu bersamaku suatu saat nanti.

"kita akan tinggal di rumah seperti itu suatu hari nanti" kataku dengan yakin

"oh ya?" tanyamu menggodaku

"tidak ada yang tidak mungkin didunia ini, selama kita percaya!"

Kaupun tersenyum "iya, amiiin...."

kemudian kita melihat sebuah ayunan di taman depan sebuah rumah, kau menginginkannya, dan kita pun berhenti sejenak untuk menaiki sebuah ayunan itu. Kau begitu senangnya kulihat dan kita tertawa bersama meikmati saat-saat indah seperti itu yang akan selalu kita ingat sampai nanti, takkan terlupakan sampai kapanpun.

Sore hari pun tiba, aku mengajak kau ke sebuah danau, dan disini kita berdua menatap jernih nya air tampak menghijau karena dalam, ditengah ada juga orang yang sedang bermain sepeda air berbentuk angsa, namun kita tidak ingin mencobanya, karena kita hanya ingin menatapnya karena kita ingin berdua tanpa aktivitas fisik yang sudah dilakukan dari sejak pagi, kita ingin mengistirahatkan badan yang telah lelah.

"dinda tidak tahu tempat ini sebelumnya, indah ya!"  katamu dengan takjub

Aku tersenyum mendengarnya, memang indah, sengaja aku ajak kau kemari karena kau suka sekali dengan alam dan karya arsitektur, dan disini kau menemukan semuanya bersama cinta yang telah kau dapatkan.

"disini memang indah tapi bagi kakak ada yang lebih indah lagi" ujarku

"dimana kak, dinda pengen liat?"

"dihatimu...!"

"ihh, lebayyy degh!" kau tersenyum genit

"tapi itu jujur lho, bukan dibuat-buat"

"oh ya?"

"ya, tentu saja!"

"mmh, sebenarnya kalo dinda mau jujur dinda rasa ga akan seindah ini kalo nggak sama kakak.."

Aku tersanjung mendengarmu, binar matamu menatapku dan kullihat ada sebuah keyakinan di dalamnya, karena dari mata kita tahu isi hati seseorang.

"oh ya?" godaku

"nggak!"

" mmh maksud?"

"nggak bohong maksudnya..." kau melanjutkannya dengan tawa kecil dan akupun ikut tertawa

Kau merapikan rambutmu, sebenarnya dari pertama bertemu tak terhitung berapa kali kau merapikan rambut padahal sudah rapi, rambutmu lurus seperti benang berjajar dengan poni di keningmu, aku suka. Seperti menyatakan bahwa kau adalah perempuan periang, ceria dan manja, karena aku suka memanjakan seseorang yang ku sayangi, aku suka dengan anak-anak maka aku juga suka perempuan yang agak kekanak-kanakan tetapi dewasa bila menyikapi suatu hal, dan semua aku temukan pada dirimu dinda.

Kita mengobrol sampai matahari terbenam, kita melihat awan mega tanda hari akan beranjak malam

"pulang yuk!" ajak ku

Kau hanya mengangguk kecil, kutahu kau masih ingin bersamaku tetapi aku sudah janji pada bibimu agar tidak pulang terlalu malam, kurasa kau pun mengerti.

Masih ada hari esok untuk kita dan masih banyak waktu buat menjalin rasa, cinta kita tidak akan terhenti sampai saat ini, selanjutnya kita akan saling merindu untuk bersama kembali tentang cinta dan canda tawa yang akan selalu ada.










Continue reading →

Menjemput Cinta Yang Hilang

0 komentar



Kulihat kau tersenyum membawa bunga mawar merah masih sama seperti dulu, kau ciumi dan rasakan harumnya , bunga kecerian dan semangatmu, bunga pelipur lara dan lambang cinta..
Kudengar suara manjamu mengalun merdu dan kau bermain-main dengan kupu-kupu yang terbang kesana kemari kau kejar dia yang lincah meski kau tak pernah bisa menangkapnya kau tetap menantinya meski dia tidak pernah peduli akan kamu dinda.

Dan bila aku datang kau dengan suka menyambutku mengajakku bermain - main sampai senja,
dan tentu aku ingat dinda, dulu ketika kita bermain-main di kebun jagung ayahmu kau  pernah meminta ku untuk berdo'a bersamamu, kau suruh aku berlutut dan memejamkan mata
Bibir indahmu kemudian bergerak

"ya tuhan, ubahlah kami jadi burung, agar kami bisa terbang seperti kupu-kupu" pintamu polos padaNya

Ku hanya mengucapkan "amin" meski tidak mengerti maksud doa itu, seandainya bila kita berubah jadi burung kenapa mau terbang seperti kupu-kupu??

"andai kita menjadi sepasang burung, pasti kita bisa terbang sesuka hati, mengelilingi dunia ini bersama, mengunjungi tempat-tempat indah, mengunjungi istana impian diatas sana" katamu padaku

tetapi dinda sampai sekarang kita tidak pernah menjadi sepasang burung seperti yang kau inginkan, kita tetap menjadi manusia biasa seperti yang lainnya dulu aku tidak pernah benar - benar mengerti mengapa kau ingin jadi burung sampai suatu hari setelah kita beranjak dewasa aku temukan jawabannya.

10 tahun berlalu dan di sebuah jembatan pada waktu maghrib ku jumpai kau sedang diam berdiri menatap deras air sungai, kuhampiri engkau dinda dengan perasaan senang yang tiada terkira setelah berpisah berpuluh tahun lamanya, namun kau hanya tersenyum kecil dan dingin menyambutku, aku memang selalu berusaha tersenyum memandangmu, karena wajahmu selalu membuat hariku cerah, wajahmu selalu memberikanku sebuah keyakinan dan harapan akan sebuah kebahagiaan, segala tentangmu selalu menjadi hari-hariku. Tapi disaat itu engkau tampak pucat sekali..

"ka, masih ingatkah dulu kita pernah berdo'a di kebun jagung ayahku?" tanyamu

"tentu dinda, kakak selalu ingat, ka tidak mungkin lupa" jawabku  tersenyum

Kemudian kau sedikit menaiki pagar jembatan itu, tanganmu bergetar

"menurut kakak bisa ga dinda sekarang jadi burung, dinda ingin terbang ..."
Aku terdiam mendengarnya
Segera aku menduga sesuatu yang tidak baik akan kamu

"apa maksud dinda??"
Lalu kau terdiam cukup lama, pandanganmu kosong entah kemana cahayamu telah hilang, engkau seperti seorang yang tersesat tidak tahu jalan, tidak tahu arah tujuan, beribu tanya hadir di benakku

"dinda kenapa?" tanyaku

"tidak apa-apa kak, tidak ada apa-apa"

Kemudian seberkas sinar terang menerangi wajahmu dan sampai juga padaku, silau sekali lampu mobil yang menyoroti kita, lalu segera kau turun dari pagar jembatan seperti menyadari sesuatu, kau berdiri di pinggir jalan dan kau meminta sopir menghentikan mobilnya
"boleh saya numpang bang?" tanyamu dengan sopan setelah si sopir menghentikan laju mobilnya tepat di depanmu
"mau kemana dik?" si sopir mencermati dinda
"abang mau kemana?"

"abang mau ke kota"

"ya saya ikut, boleh?" tanyamu lagi

Kemudian si sopir membukakan pintu di sebelahnya "ayo naik!" ajak nya
Tanpa ragu kau pun beranjak menaiki mobil itu

"dinda mau kemana?" tanyaku cemas sekali
Kemudian Kau menatapku dan memberiku sebuah senyuman sebelum menaiki mobil

"jangan cemas kak, dinda akan baik-baik saja"
Dan mobilpun melaju kembali, kau melambaikan tangan padaku

Setelah itu tinggal aku sendiri yang kebingungan, kau pergi begitu saja tanpa penjelasan yang berarti, kau seperti ingin menjauh dariku Beribu pertanyaan hadir dan tidak terjawab hingga ku cari tahu tentang engkau pada orang-orang terdekatmu, karena kita berpisah dulu ketika masih kecil, tentu aku tidak tahu apa-apa tentang kamu, hanya tahu kau adalah teman mainku, teman masa kecilku dimana setiap hari kita selalu bermain kejar-kejaran bersama teman kita yang lainnya hanya itu memori yang tersimpan dalam ingatanku dinda.

Dan sekarang aku kembali, aku ingin mengulang kembali masa-masa dulu, masa dimana kita tidak pernah tahu betapa kerasnya hidup, betapa kejamnya nasib dan betapa kacau nya nilai-nilai kemanusiaan yang kita tahu adalah keindahan, keceriaan dan senyuman menyambut terbitnya mentari pada pagi hari, tetapi engkau kini bukan kau yang dulu lagi,  ternyata begitu cepat semuanya berubah..

Dinda, Ternyata hidupmu tidak bahagia, kau kerap dirundung nestapa, ibumu telah meninggal dunia ketika kau masih duduk di bangku sekolah dan ayahmu setelah kepergian ibumu bukan lagi seorang ayah yang baik, dia menjadi seorang pemabuk dan suka main judi, dia menjadi kasar terhadapmu maupun pada saudaramu yang lainnya, engkaupun dilanda kemiskinan juga kesedihan karena ayahmu yang suka main judi mempunyai banyak hutang, hingga kebun jagung  tempat kita bermain di jualnya, dan tak lama kemudian ayahmupun jatuh sakit dan meninggal dunia menyusul ibumu, satu persatu orang-orang yang kau sayang, orang-orang tempatmu bergantung meninggalkan engkau yang masih membutuhkan mereka, engkaupun tak sanggup lagi melanjutkan sekolahmu, seperti saudaramu yang lainnya kau mulai mencari uang sendiri untuk biaya hidup dalam usia yang sangat muda sekali,  Masa kecilmu yang bahagia terampas dan tak kau temukan lagi masa-masa indah bersamaku, karena aku juga pergi meninggalkanmu karena orang tuaku pindah rumah.

Aku sangat sedih mendengarnya dinda, andai aku ada ketika itu, aku pasti akan selalu ada untukmu, berbagi suka dan duka bersama meski dalam materi aku tidak bisa
Ku dengar pula dari mereka, bahwa engkau sekarang telah menjual diri untuk membiayai  sekolah adik-adikmu, aku sangat terpukul sekali mendengarnya, tapi aku baru mendengar saja dari orang-orang, aku tidak percaya sepenuhnya, bisa saja mereka hanya menduga-duga karena engkau yang jarang pulang ke rumah atau terkadang pulang larut malam juga bisa saja mereka hanya iri padamu dinda, aku tidak percaya bila aku tidak melihatnya sendiri

Dan pada suatu malam di sebuah kelab dipinggiran kota aku melihatmu bernyanyi di atas panggung disaksikan para pemuda maupun yang sudah tua-tua, mereka saling bersorak gembira melihat penampilanmu, mereka berteriak-teriak mengucapkan kata-kata kotor,  ada rasa gembira tentu saja karena aku masih ingat dulu kau mengatakan padaku kalau kau ingin jadi seorang penyanyi, engkau sangat senang menyanyi bersamaku dulu dan kini  cita-cita mu untuk menjadi seorang penyanyi terwujud namun aku sedih dan sangat sedih karena kau bernyanyi tanpa busana aku sangat terpukul melihatnya, kau telanjang disaksikan laki-laki yang penuh nafsu..

Akupun segera pergi dari kelab itu, aku menangis sendirian di pinggir jalan, harapanku telah hilang, kesayanganku telah terbuang, aku meratapi kenyataan diri yang tak bisa berbuat apa-apa lagi, aku tidak tahu harus berbuat apa, ketika aku sampai di rumah aku langsung membaringkan tubuhku yang terasa berat, kemudian aku teringat akan sesuatu kubuka dompetku di dalamnya terselip foto ukuran kecil, foto dirimu yang sedang tersenyum, aku ikut tersenyum melihatnya dan sekali lagi air mataku tidak tertahankan, ia mengalir dengan deras.



















Continue reading →

Labels