Permainan Tangan dan Tiupan Angin

0 komentar


Dinda ingatkah dulu ketika kita memandangi layang - layang yang baru saja dibawa ayahmu dari kota?. Ukurannya begitu besar, tidak seperti yang lainnya, tidak seperti  layang - layang teman - teman kita, layang layang mu ada kuunciran dan ekor nya yang mengundang keceriaan masa kanak kanak kita.
Dan di sebuah tanah lapang kita mendampingi ayahmu menerbangkan dan memainkan layang layang yang ukurannya itu lebih besar dari tubuh kita yang mungil, tiupan angin kencang menerbangkan layang layang elok ke angkasa. Kuncirannya dan ekor terus berurai-urai membentuk irama gerak yang begitu indah.
Kemudian sesekali kita mencoba berganti posisi dengan ayahmu untuk belajar mengendalikan terbangnya layang layang. Kau pun berdecak kagum dan akupun berdecak kagum. Matamu berbinar menatapi keelokan layang - layang yang sedang terbang diangkasa, 

"ayah," ucapmu tiba-tiba, ayahmu pun menoleh
"ayah,  dinda ingin bisa seperti layang-layang. Bisa terbang kemana mana diangkasa " tambahmu sambil terus menatapi gerak gerik layang-layang".
Mendengar itu ayahmu pun membelai rambut pendekmu mu yang berkuncir dua

"sebaiknya dinda tidak berandai andai jadi layang-layang sayang!" ucap ayahmu

"kenapa, ayah? Kan kalo dinda jadi layang-layang dinda bisa liat kebawah, bisa liat bulan dengan dekat, dan bisa terbang pokoknya" sergahmu penuh tanda tanya, dan aku mengiyakan kata kata mu

"dinda, jangan pernah berandai andai jadi layang layang, coba dinda lihat meski layang-layang berada di tempat yang tinggi, tapi tetapkan dikendalikan dari bawah" jelas ayahmu bijak

Dan tentu pemahaman kita belum sampai ke sana waktu itu, yang kita tahu layang-layang yang terbang itu indah
Ayahmu mengerti kapasitas pemahaman kita namun dia tampaknya ingin melanjutkan nasihatnya, tali nylon layangan itu dililitkannya pada sebuah pohon.

"anak anakku kemarilah!" ucap ayahmu pada kita
Di tepi tanah lapang ada sebuah kursi kayu panjang, kita duduk di sana mengikuti ajakan ayahmu sementara layang-layang kita biarkan terbang dan nylon nya terikat pada sebuah pohon

"anak-anak ku dengarlah, setiap orang ingin selalu berada di tempat tinggi. Ingin menjadi pemimpin yang disegani, menjadi orang teratas di organisasi, perusahaan bahkan mungkin negara namun, berhati hatilah ketika optimisme meraih posisi tinggi itu tidak sejalan  dengan idealisme dan kemampuan diri yang memadai. Karena kita bisa seperti layang-layang. Berada di posisi yang paling tinggi, sementara sang pengendali ada di bawah. Ia berada di posisi tinggi karena ada 'tangan-tangan' di bawah yang membuatnya tinggi. Keelokannya di ketinggian itu hanya permainan sang tangan dan tiupan angin."

Tentu bahasa ayahmu terlalu sulit untuk kita waktu itu, namun ayahmu pasti tahu suatu saat nanti kita juga akan beranjak dewasa dan mengerti sepenuhnya apa yang dikatakannya. Dan dinda sekarang ayahmu telah tiada, moment itu mungkin adalah kenangan terindahku bersama ayahmu yang begitu penyayang dan dikenal baik oleh semua orang, aku selalu ingat ayahmu pernah berpesan padaku agar selalu menjagamu dan melindungimu dan akan kulakukan selama aku mampu untuk melakukannya, itu sumpah ku dinda.

Kini kau begitu terpukul atas kepergian ayahmu berkali kali kamu memanggil ayahmu untuk bangun kembali diatas pembaringannya, namun ayahmu tetap diam dan hanya menyungging senyum, senyum yang menawan yang akan menggetarkan hati bagi siapa saja yang melihatnya. Sementara aku di sini disampingmu meraih pundakmu dan membiarkan air mata mu jatuh di dadaku.

Leave a Reply

Labels