Matahari mulai tenggelam
dan menyinari belahan bumi yang lainnya, burung-burung pipit saling bercicit
memanggil kawannya untuk segera berisitirahat di sarang mereka, mega tampak
menguning tanda hari akan beranjak malam, aku bersantai di atas ranjang sambil
menghadap jendela dan disana terbentang danau yang tenang. sabtu sore seperti
sekarang biasanya teman-temanku
berkunjung ke rumah, tapi mereka tidak keliahatan batang hidungnya dari
tadi jadinya aku sendiri, aneh saja aku merasa kesepian padahal aku sudah
terbiasa sendirian semenjak ayahku meninggal dunia, tetapi mungkin setiap orang
juga ada saatnya merasa sepi atau bosan dengan kehidupan yang dijalaninya,
selama ini aku hanya menghabiskan waktu untuk bekerja dan beristirahat di
rumah, kalau libur kerja biasanya aku membersihkan rumah atau memperbaiki
genting yang bocor, mengecat kembali dinding yang warnanya sudah memudar, dan
tak banyak hal yang aku lakukan selama 5 tahun kebelakang ini.
Aku begitu kagum dengan
rumah yang aku bangun sendiri ini, karena rumah ini selalu mengingatkanku pada
seseorang dan ah aku begitu merindukannya, dimanakah dia sekarang? Sudah
menikahkah dia sekarang? Umur nya sudah cukup untuk seorang wanita, meski aku
akan kecewa bila memang dia telah menikah aku tetap akan mendoakan
kebahagiaannya karena cinta sejati itu tidak harus memiliki bukankah begitu?.
Tiba- tiba kudengar suara
ketukan pintu dari luar, nah itu dia mereka. pikirku aku segera saja beranjak
untuk membuka pintu dan,
Jantungku tiba-tiba
berpacu dengan cepatnya darahku serasa naik, perasaan ini pernah aku rasakan
dulu telah lama sekali dan kini tiba-tiba menyergap karena orang yang membuat
perasaan ini datang dihadapanku, aku terdiam untuk beberapa saat karena desakan
emosi yang meluap luap entah apa hingga kau menyadarkanku dengan tiga kata
"apa kabar kak?"
sapa mu dengan senyum mengembang masih sama seperti 10 tahun yang lalu
Aku masih tidak percaya
dengan apa yang aku lihat hingga Suaramu membuatku sadar bahwa kau memang nyata
didepan mataku dan aku tidak sedang bermimpi, aku bukakan pintu lebih lebar
menyambutmu aku hanya bisa tersenyum untuk saat ini, senyum yang kaku
"dinda melihat foto
kakak di sebuah koran sedang berdiri di depan rumah kakak ini, dinda hanya
ingin tahu apakah kakak baik-baik saja"
katamu menjawab tatapan mataku, kau tampak sedikit gugup
"dinda hanya ingin
melihat rumah kakak secara langsung" lanjutmu
Kau masih saja seperti
dulu dinda, saat ini aku hanya ingin mengingat-ngingat kau seperti dulu tak
terbayang 10 tahun kita berpisah
"oh begitu, ayo
masuk!" ajakku masih agak canggung,
Kau memasang senyumanmu
lagi, aku menuntunmu masuk ke dalam rumah impian kita dulu, kau mengikuti dari
belakang, matamu menatap sekeliling dan kulihat binar itu masih sama seperti
saat pertama kali kita melihat bintang jatuh di langit malam saat tahun baru
"rumah yang bagus
kak.." katamu
"terima kasih"
aku tersenyum
"eeh... kakak, ambil
minum dulu, oh ya mau minum apa?"
"air putih saja kak,
jangan repot-repot"
Di dapur aku terdiam untuk
beberapa saat, aku masih bingung merasa tidak siap menghadapimu, aku tidak tahu kenapa karena
perasaanku sulit diungkapkan dengan kata-kata untuk saat ini, yang jelas ada perasaan
bahagia yang menyelimuti hatiku, ada getaran indah juga yang menggetarkan
seluruh ragaku kemudian aku tersenyum, mungkin inilah saat yang kutunggu-tunggu
selama 10 tahun terakhir ini, mungkin keajaiban itu akan segera datang
menghampiriku.
Kubawakan kau segelas air
putih dan beberapa cemilan kecil dalam toples, kuhidangkan diatas meja kecil di
tempat kesukaanku, kita duduk berhadapan dan di sisi kanan kita terdapat
jendela yang memperlihatkan danau di samping rumahku, danau tempat dulu kita
berenang di sana atau sekedar menaiki
rakit untuk memberi makan angsa.
"kakak sendiri di
sini?" tanyamu sambil memegang cangkir
"ya..!" aku
memegang cangkir juga
Ada jeda beberapa saat,
kau memperhatikanku
"ayah kakak?"
"sudah meninggal 5
tahun yang lalu"
"ohh, dinda turut
berduka cita, dia ayah yang baik"
"terima kasih
dinda" aku tersenyum, kesedihan karena kehilangan ayah memang sudah tiada
lagi
Kau menatapku sejenak, kau
meminum lagi air dalam cangkir yang masih kau genggam, akupun mengikuti nya
untuk menghilangkan grogi, sebenarnya jantungku berdegup dengan keras
sekali apalagi ketika melihatmu
tersenyum, hal yang selalu kurindukan
"nggak kesepian
sendiri di rumah sebesar ini?"
"ya, terkadang
sih" untungnya kau tidak malas bertanya
"mmh, kenapa tidak
menikah, jadi kakak ada yang yang nemenin"
Aku sedikit terkejut
mendengar itu,
"dari mana dinda tahu
kalau kakak belum menikah?" tanyaku dengan seyum kecil
"ooh udah ya?"
kau salah tingkah
"belum dinda"
"belum nemuin
jodoh" lanjutku dan aku berbisik dalam hati 'karena kau jodohku'
"ya..?" Kau
tampak menunggu kelanjutan kata-kataku
"ya begitulah belum
ada yang cocok, kan menikah itu harus saling merasa cocok satu sama lain? juga
menikah bukan untuk main-main"
" lalu dinda sendiri
gimana?" dalam hati aku sangat berharap dia masih single
"belum" katamu
"belum cerai atau
belum dua kali?" candaku sambil tersenyum
"belum menikah cuma
sudah tunangan"
"oh ya?!" aku
merasakan ada sesuatu yang tidak enak dihati, padahal tadinya aku sudah senang
tetapi setidaknya janur kuning itu belum berkibar
Kau menatap danau dari
kaca jendela, seperti memalingkan raut wajahmu dan akupun ikut melihat danau
yang jernih, terdapat bayang-bayang kau dan aku semasa remaja dulu, menaiki rakit
dan menjala ikan atau memberi makan angsa, dan kita berdua selalu ceria dan
bahagia ingatkah kau saat kita dulu bermain di situ, kemasa lalu kah pikiranmu
saat ini atau semuanya telah kau lupakan, masa-masa indah kita dulu hingga tiba
saat itu.. Ah aku tidak mau memikirkannya! Kupalingkan kembali pandanganku dari
jendela, memikirkan saat buruk itu membuatku sakit.
Kau mendesah lalu
memalingkan pandanganmu dari jendela
"dinda
mencintainya?" tiba-tiba saja aku
bertanya seperti itu
Kau tampak sedikit
terkejut dan aku jadi bingung
"ya.. Dinda
mencintainya.." terdapat sedikit
keraguan dalam raut wajahmu "kenapa memang?" kau memberikanku
senyuman
"tidak tidak kakak
hanya ingin memastikannya saja.. Tidak kenapa-kenapa ya baguslah kalau dinda
memang mencintainya.. Eeh karena memang seharusnya kan!" aku jadi salah
tingkah
Kau hanya diam dan
tersenyum kecil
Dan setelah itu suasana
nya jadi agak kaku, kita diam dalam pikiran masing-masing, aku tahu kau
teringat akan masa lalu kita , teringat
tentang sebuah janji yang pernah kita katakan dulu, dan entah apa yang
kau rasakan sekarang
"oh ya, dinda lihat
apa dikoran itu, ada foto kakak dan rumah ini ya?"
Kau mengangguk pelan
Apa yang membuatmu kemari,
tanyaku dalam hati namun aku tidak berani mengatakannya, ku ingin menemukan
jawabannya dari pengakuanmu sendiri, kuingin sebuah kejutan yang aku yakin akan
baik untukku meski aku sedikit ragu untuk itu
"dinda lapar?"
kemudian kitapun memasak
didapur meski awalnya amat canggung tetapi aku berusaha membuatmu nyaman
kuingin mengembalikan lagi diri kita, kemudian kaupun bercerita banyak tentang
dirimu dan pekerjaanmu yang menyenangkan, dan kau cepat menyesuaikan diri dan
kecanggungan itu perlahan memudar kemudian kurasakan kau menjadi dirimu lagi seperti
10 tahun yang lalu, aku merasa bahagia seperti menemukan kembali cahaya yang
telah hilang, suara yang keluar dari lidahmu, tatapan yang tajam dari binar
matamu hadir kembali dalam pengalaman hidupku sekarang ini, yang sebelumnya
menghilang dan tak kutemukan dari siapapun kecuali dari mu
Kita melupakan siapa kita,
kita lupa bahwa kita bukan yang dulu lagi,
kurasa kau lupa bahwa kau telah bertunangan dengan orang lain, dan aku
lupa dengan rutinitas harian yang harus aku jalani, aku memang tidak mau memikirkan
sesuatu yang lain untuk saat ini, karena aku ingin merasakan kebahagiaan,
kehangatan dan ketentraman hati ini dan biarlah semua mengalir seperti air, aku
tidak perlu tahu akan sampai dimana yang jelas pada akhirnya menuju satu titik,
yaitu kebahagiaan seperti air yang mengalir dari pegunugan hingga sampai ke
lautan, itulah hal yang kuyakini bahwa sesungguhnya hidup itu telah teratur
sejak awal kelahiran kita ke dunia.
"kakak masih suka
menulis puisi?" tanyamu setelah
kita selesai makan, kau menatapku seakan memintaku untuk menulis berjuta puisi,
kau tentu pasti ingat dulu aku sering menuliskan puisi untukmu
Aku tersenyum
"masih..."
Dan di beranda rumah ku
selepas isya, kau duduk diatas kursi goyang sambil bersandar kaki
mendengarkanku membacakan puisi, aku duduk dilantai
"berlari - lari kecil
di taman impian
bersama sepoi angin berhembus pelan
Senyummu merekah indah menawan
membasuh luka bagi setiap insan
bintang-bintang menyinari angkasa malam
dan sang rembulan bersembunyi di balik awan
ku terduduk sendiri dalam diam
binar bening mataku memancar pelan
menyilaukan perasaan yang terdalam
cintailah diriku.....
seperti malam memberi ruang bagi kehidupan
Dan cintailah diriku.....
seperti angin memberi kesejukan bagi badan
Bersamamu
aku merasa hidup dan merasa ada
Bersamamu
aku tak perlu sesuatu lain, tak pula tempat
indah
pejamkanlah matamu sejenak, kasih
raihlah tanganku
jatuhkan tubuhmu di pelukku
cintailah diriku..... "
Kau tampak antusias
mendengarkanku, kemudian kau tertawa dan aku memandangmu tidak mengerti
"kenapa?"
"lucu"
"?!"
Singgasana seniman tinta sebentar lagi akan menjadi milikmu...sudah saya duga...ada "BERLIAN" dalam dirimu...
Salam Kemudahan selalu untukmu,
Rizki Indriyanto