Cerita Tentang Kita I

1 komentar



Matahari mulai tenggelam dan menyinari belahan bumi yang lainnya, burung-burung pipit saling bercicit memanggil kawannya untuk segera berisitirahat di sarang mereka, mega tampak menguning tanda hari akan beranjak malam, aku bersantai di atas ranjang sambil menghadap jendela dan disana terbentang danau yang tenang. sabtu sore seperti sekarang biasanya teman-temanku  berkunjung ke rumah, tapi mereka tidak keliahatan batang hidungnya dari tadi jadinya aku sendiri, aneh saja aku merasa kesepian padahal aku sudah terbiasa sendirian semenjak ayahku meninggal dunia, tetapi mungkin setiap orang juga ada saatnya merasa sepi atau bosan dengan kehidupan yang dijalaninya, selama ini aku hanya menghabiskan waktu untuk bekerja dan beristirahat di rumah, kalau libur kerja biasanya aku membersihkan rumah atau memperbaiki genting yang bocor, mengecat kembali dinding yang warnanya sudah memudar, dan tak banyak hal yang aku lakukan selama 5 tahun kebelakang ini.

Aku begitu kagum dengan rumah yang aku bangun sendiri ini, karena rumah ini selalu mengingatkanku pada seseorang dan ah aku begitu merindukannya, dimanakah dia sekarang? Sudah menikahkah dia sekarang? Umur nya sudah cukup untuk seorang wanita, meski aku akan kecewa bila memang dia telah menikah aku tetap akan mendoakan kebahagiaannya karena cinta sejati itu tidak harus memiliki bukankah begitu?.

Tiba- tiba kudengar suara ketukan pintu dari luar, nah itu dia mereka. pikirku aku segera saja beranjak untuk membuka pintu dan,

Jantungku tiba-tiba berpacu dengan cepatnya darahku serasa naik, perasaan ini pernah aku rasakan dulu telah lama sekali dan kini tiba-tiba menyergap karena orang yang membuat perasaan ini datang dihadapanku, aku terdiam untuk beberapa saat karena desakan emosi yang meluap luap entah apa hingga kau menyadarkanku dengan tiga kata

"apa kabar kak?" sapa mu dengan senyum mengembang masih sama seperti 10 tahun yang lalu

Aku masih tidak percaya dengan apa yang aku lihat hingga Suaramu membuatku sadar bahwa kau memang nyata didepan mataku dan aku tidak sedang bermimpi, aku bukakan pintu lebih lebar menyambutmu aku hanya bisa tersenyum untuk saat ini, senyum yang kaku

"dinda melihat foto kakak di sebuah koran sedang berdiri di depan rumah kakak ini, dinda hanya ingin tahu apakah kakak baik-baik saja"  katamu menjawab tatapan mataku, kau tampak sedikit gugup

"dinda hanya ingin melihat rumah kakak secara langsung" lanjutmu

Kau masih saja seperti dulu dinda, saat ini aku hanya ingin mengingat-ngingat kau seperti dulu tak terbayang 10 tahun kita berpisah

"oh begitu, ayo masuk!" ajakku masih agak canggung,

Kau memasang senyumanmu lagi, aku menuntunmu masuk ke dalam rumah impian kita dulu, kau mengikuti dari belakang, matamu menatap sekeliling dan kulihat binar itu masih sama seperti saat pertama kali kita melihat bintang jatuh di langit malam saat tahun baru

"rumah yang bagus kak.."  katamu

"terima kasih" aku tersenyum

"eeh... kakak, ambil minum dulu, oh ya mau minum apa?"

"air putih saja kak, jangan repot-repot"

Di dapur aku terdiam untuk beberapa saat, aku masih bingung merasa tidak siap  menghadapimu, aku tidak tahu kenapa karena perasaanku sulit diungkapkan dengan kata-kata untuk saat ini, yang jelas ada perasaan bahagia yang menyelimuti hatiku, ada getaran indah juga yang menggetarkan seluruh ragaku kemudian aku tersenyum, mungkin inilah saat yang kutunggu-tunggu selama 10 tahun terakhir ini, mungkin keajaiban itu akan segera datang menghampiriku.

Kubawakan kau segelas air putih dan beberapa cemilan kecil dalam toples, kuhidangkan diatas meja kecil di tempat kesukaanku, kita duduk berhadapan dan di sisi kanan kita terdapat jendela yang memperlihatkan danau di samping rumahku, danau tempat dulu kita berenang di sana atau sekedar  menaiki rakit untuk memberi makan angsa.

"kakak sendiri di sini?" tanyamu sambil memegang cangkir

"ya..!" aku memegang cangkir juga

Ada jeda beberapa saat, kau memperhatikanku

"ayah kakak?"

"sudah meninggal 5 tahun yang lalu"

"ohh, dinda turut berduka cita, dia ayah yang baik"

"terima kasih dinda" aku tersenyum, kesedihan karena kehilangan ayah memang sudah tiada lagi

Kau menatapku sejenak, kau meminum lagi air dalam cangkir yang masih kau genggam, akupun mengikuti nya untuk menghilangkan grogi, sebenarnya jantungku berdegup dengan keras sekali  apalagi ketika melihatmu tersenyum, hal  yang selalu kurindukan

"nggak kesepian sendiri di rumah sebesar ini?"

"ya, terkadang sih" untungnya kau tidak malas bertanya

"mmh, kenapa tidak menikah, jadi kakak ada yang yang nemenin"

Aku sedikit terkejut mendengar itu,

"dari mana dinda tahu kalau kakak belum menikah?" tanyaku dengan seyum kecil

"ooh udah ya?" kau salah tingkah

"belum dinda"

"belum nemuin jodoh" lanjutku dan aku berbisik dalam hati 'karena kau jodohku'

"ya..?" Kau tampak menunggu kelanjutan kata-kataku

"ya begitulah belum ada yang cocok, kan menikah itu harus saling merasa cocok satu sama lain? juga menikah bukan untuk main-main"

" lalu dinda sendiri gimana?" dalam hati aku sangat berharap dia masih single

"belum"  katamu

"belum cerai atau belum dua kali?" candaku sambil tersenyum

"belum menikah cuma sudah tunangan"

"oh ya?!" aku merasakan ada sesuatu yang tidak enak dihati, padahal tadinya aku sudah senang tetapi setidaknya janur kuning itu belum berkibar

Kau menatap danau dari kaca jendela, seperti memalingkan raut wajahmu dan akupun ikut melihat danau yang jernih, terdapat bayang-bayang kau dan aku semasa remaja dulu, menaiki rakit dan menjala ikan atau memberi makan angsa, dan kita berdua selalu ceria dan bahagia ingatkah kau saat kita dulu bermain di situ, kemasa lalu kah pikiranmu saat ini atau semuanya telah kau lupakan, masa-masa indah kita dulu hingga tiba saat itu.. Ah aku tidak mau memikirkannya! Kupalingkan kembali pandanganku dari jendela, memikirkan saat buruk itu membuatku sakit.

Kau mendesah lalu memalingkan pandanganmu dari jendela

"dinda mencintainya?" tiba-tiba saja  aku bertanya seperti itu

Kau tampak sedikit terkejut dan aku jadi bingung
"ya.. Dinda mencintainya.."  terdapat sedikit keraguan dalam raut wajahmu "kenapa memang?" kau memberikanku senyuman

"tidak tidak kakak hanya ingin memastikannya saja.. Tidak kenapa-kenapa ya baguslah kalau dinda memang mencintainya.. Eeh karena memang seharusnya kan!" aku jadi salah tingkah

Kau hanya diam dan tersenyum kecil
Dan setelah itu suasana nya jadi agak kaku, kita diam dalam pikiran masing-masing, aku tahu kau teringat akan masa lalu kita , teringat  tentang sebuah janji yang pernah kita katakan dulu, dan entah apa yang kau rasakan sekarang

"oh ya, dinda lihat apa dikoran itu, ada foto kakak dan rumah ini ya?"
Kau mengangguk pelan
Apa yang membuatmu kemari, tanyaku dalam hati namun aku tidak berani mengatakannya, ku ingin menemukan jawabannya dari pengakuanmu sendiri, kuingin sebuah kejutan yang aku yakin akan baik untukku meski aku sedikit ragu untuk itu


"dinda lapar?"

kemudian kitapun memasak didapur meski awalnya amat canggung tetapi aku berusaha membuatmu nyaman kuingin mengembalikan lagi diri kita, kemudian kaupun bercerita banyak tentang dirimu dan pekerjaanmu yang menyenangkan, dan kau cepat menyesuaikan diri dan kecanggungan itu perlahan memudar kemudian kurasakan kau menjadi dirimu lagi seperti 10 tahun yang lalu, aku merasa bahagia seperti menemukan kembali cahaya yang telah hilang, suara yang keluar dari lidahmu, tatapan yang tajam dari binar matamu hadir kembali dalam pengalaman hidupku sekarang ini, yang sebelumnya menghilang dan tak kutemukan dari siapapun kecuali dari mu

Kita melupakan siapa kita, kita lupa bahwa kita bukan yang dulu lagi,  kurasa kau lupa bahwa kau telah bertunangan dengan orang lain, dan aku lupa dengan rutinitas harian yang harus aku jalani, aku memang tidak mau memikirkan sesuatu yang lain untuk saat ini, karena aku ingin merasakan kebahagiaan, kehangatan dan ketentraman hati ini dan biarlah semua mengalir seperti air, aku tidak perlu tahu akan sampai dimana yang jelas pada akhirnya menuju satu titik, yaitu kebahagiaan seperti air yang mengalir dari pegunugan hingga sampai ke lautan, itulah hal yang kuyakini bahwa sesungguhnya hidup itu telah teratur sejak awal kelahiran kita ke dunia.

"kakak masih suka menulis puisi?"  tanyamu setelah kita selesai makan, kau menatapku seakan memintaku untuk menulis berjuta puisi, kau tentu pasti ingat dulu aku sering menuliskan puisi untukmu

Aku tersenyum

"masih..."

Dan di beranda rumah ku selepas isya, kau duduk diatas kursi goyang sambil bersandar kaki mendengarkanku membacakan puisi, aku duduk dilantai

"berlari - lari kecil di taman impian
 bersama sepoi angin berhembus pelan
 Senyummu merekah indah menawan
 membasuh luka bagi setiap insan

 bintang-bintang menyinari angkasa malam
 dan sang rembulan bersembunyi di balik awan
 ku terduduk sendiri dalam diam
 binar bening mataku memancar pelan
 menyilaukan perasaan yang terdalam

 cintailah diriku.....
 seperti malam memberi ruang bagi kehidupan

 Dan cintailah diriku.....
 seperti angin memberi kesejukan bagi badan

 Bersamamu
 aku merasa hidup dan merasa ada

 Bersamamu
 aku tak perlu sesuatu lain, tak pula tempat indah

 pejamkanlah matamu sejenak, kasih
 raihlah tanganku
 jatuhkan tubuhmu di pelukku
 cintailah diriku..... "

Kau tampak antusias mendengarkanku, kemudian kau tertawa dan aku memandangmu tidak mengerti
"kenapa?"
"lucu"
"?!"

Bersambung.. 

One Response so far

  1. Anonim says:

    Singgasana seniman tinta sebentar lagi akan menjadi milikmu...sudah saya duga...ada "BERLIAN" dalam dirimu...

    Salam Kemudahan selalu untukmu,
    Rizki Indriyanto

Leave a Reply

Labels