(Tokoh) Chairil Anwar

0 komentar



Chairil Anwar adalah seorang penyair legendaris yang dikenal juga sebagai “Si Binatang Jalang” (dalam karyanya berjudul “Aku”). Salah satu bukti keabadian karyanya, pada Jumat 8 Juni 2007, Chairil Anwar, yang meninggal di Jakarta, 28 April 1949, masih dianugerahi penghargaan Dewan Kesenian Bekasi (DKB) Award 2007 untuk kategori seniman sastra. Penghargaan itu diterima putrinya, Evawani Alissa Chairil Anwar.

Chairil anwar dilahirkan di Medan, 26 Julai 1922. Chairil Anwar merupakan anak tunggal. Ayahnya bernama Toeloes, mantan bupati Kabupaten Indragiri Riau, berasal dari Taeh Baruah, Limapuluh Kota, Sumatra Barat. Sedangkan ibunya Saleha, berasal dari Situjuh, Limapuluh Kota. Dia masih punya pertalian keluarga dengan Sutan Sjahrir, Perdana Menteri pertama Indonesia. Dia dibesarkan dalam keluarga yang cukup berantakan. Kedua ibu bapanya bercerai, dan ayahnya menikah lagi. Selepas perceraian itu, saat habis SMA, Chairil mengikut ibunya ke Jakarta.
Chairil masuk sekolah Hollandsch-Inlandsche School (HIS), sekolah dasar untuk orang-orang pribumi waktu masa penjajahan Belanda. Dia kemudian meneruskan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), sekolah menengah pertama Hindia Belanda, tetapi dia keluar sebelum lulus. Dia mulai untuk menulis sebagai seorang remaja tetapi tak satupun puisi awalnya yang ditemukan.
Pada usia sembilan belas tahun, setelah perceraian orang-tuanya, Chairil pindah dengan ibunya ke Jakarta di mana dia berkenalan dengan dunia sastra. Meskipun pendidikannya tak selesai, Chairil menguasai bahasa Inggris, bahasa Belanda dan bahasa Jerman, dan dia mengisi jam-jamnya dengan membaca karya-karya pengarang internasional ternama, seperti: Rainer M. Rilke, W.H. Auden, Archibald MacLeish, H. Marsman, J. Slaurhoff dan Edgar du Perron. Penulis-penulis ini sangat mempengaruhi tulisannya dan secara tidak langsung mempengaruhi puisi tatanan kesusasteraan Indonesia.
Semasa kecil di Medan, Chairil sangat dekat dengan neneknya. Keakraban ini begitu memberi kesan kepada hidup Chairil. Dalam hidupnya yang amat jarang berduka, salah satu kepedihan terhebat adalah saat neneknya meninggal dunia. Chairil melukiskan kedukaan itu dalam sajak yang luar biasa pedih:

“Bukan kematian benar menusuk kalbu
Keridlaanmu menerima segala tiba
Tak kutahu setinggi itu atas debu
Dan duka maha tuan bertahta”

Sesudah nenek, ibu adalah wanita kedua yang paling Chairil puja. Dia bahkan terbiasa menyebut nama ayahnya, Tulus, di depan sang Ibu, sebagai tanda menyebelahi nasib si ibu. Dan di depan ibunya, Chairil acapkali kehilangan sisinya yang liar. Beberapa puisi Chairil juga menunjukkan kecintaannya pada ibunya.
Sejak kecil, semangat Chairil terkenal kedegilannya. Seorang teman dekatnya Sjamsul Ridwan, pernah membuat suatu tulisan tentang kehidupan Chairil Anwar ketika semasa kecil. Menurut dia, salah satu sifat Chairil pada masa kanak-kanaknya ialah pantang dikalahkan, baik pantang kalah dalam suatu persaingan, maupun dalam mendapatkan keinginan hatinya. Keinginan dan hasrat untuk mendapatkan itulah yang menyebabkan jiwanya selalu meluap-luap, menyala-nyala, boleh dikatakan tidak pernah diam.

Masa Dewasa Chairil Anwar
Nama Chairil mulai terkenal dalam dunia sastera setelah pemuatan tulisannya di “Majalah Nisan” pada tahun 1942, pada saat itu dia baru berusia dua puluh tahun. Hampir semua puisi-puisi yang dia tulis merujuk pada kematian. Chairil ketika menjadi penyiar radio Jepang di Jakarta jatuh cinta pada Sri Ayati tetapi hingga akhir hayatnya Chairil tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkannya. Puisi-puisinya beredar di atas kertas murah selama masa pendudukan Jepang di Indonesia dan tidak diterbitkan hingga tahun 1945.
Semua tulisannya yang asli, modifikasi, atau yang diduga diciplak dikompilasi dalam tiga buku :Deru Campur Debu (1949); Kerikil Tajam Yang Terampas dan Yang Putus (1949); dan Tiga Menguak Takdir (1950, kumpulan puisi dengan Asrul Sani dan Rivai Apin).

Chairil memang penyair besar yang menginspirasi dan mengapresiasi upaya manusia meraih kemerdekaan, termasuk perjuangan bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari penjajahan. Hal ini, antara lain tercermin dari sajaknya bertajuk: “Krawang-Bekasi”, yang disadurnya dari sajak“The Young Dead Soldiers”, karya Archibald MacLeish (1948).
Dia juga menulis sajak “Persetujuan dengan Bung Karno”, yang merefleksikan dukungannya pada Bung Karno untuk terus mempertahankan proklamasi 17 Agustus 1945.
Bahkan sajaknya yang berjudul “Aku” dan “Diponegoro” juga banyak diapresiasi orang sebagai sajak perjuangan. Kata Aku binatang jalang dalam sajak Aku, diapresiasi sebagai dorongan kata hati rakyat Indonesia untuk bebas merdeka.

Chairil Anwar yang dikenal sebagai “Si Binatang Jalang” (dalam karyanya berjudul Aku) adalah pelopor Angkatan ’45 yang menciptakan trend baru pemakaian kata dalam berpuisi yang terkesan sangat lugas, solid dan kuat. Dia bersama Asrul Sani dan Rivai Apin memelopori puisi modern Indonesia. Chairil Anwar meninggal dalam usia muda karena penyakit TBC dan dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta. Hari meninggalnya diperingati sebagai Hari Chairil Anwar.
Chairil menekuni pendidikan HIS dan MULO, walau pendidikan MULO-nya tidak tamat. Puisi-puisinya digemari hingga saat ini. Salah satu puisinya yang paling terkenal sering dideklamasikan berjudul Aku ( “Aku mau hidup Seribu Tahun lagi!”). Selain menulis puisi, ia juga menerjemahkan karya sastra asing ke dalam bahasa Indonesia. Dia juga pernah menjadi redaktur ruang budaya Siasat “Gelanggang” dan Gema Suasana. Dia juga mendirikan “Gelanggang Seniman Merdeka” (1946).
Rakannya, Jassin pun punya kenangan tentang Chairil Anwar. “Kami pernah bermain bulu tangkis bersama, dan dia kalah. Tapi dia tak mengakui kekalahannya, dan mengajak bertanding terus. Akhirnya saya kalah. Semua itu kerana kami bertanding di depan para gadis.”
Wanita adalah dunia Chairil sesudah buku. Tercatat nama Ida, Sri Ayati, Gadis Rasyid, Mirat, dan Roosmeini sebagai gadis yang dikejar-kejar Chairil. Dan semua nama gadis itu bahkan masuk ke dalam puisi-puisi Chairil. Namun, kepada gadis Karawang, Hapsah, Chairil telah menikahinya.
Pernikahan itu tak berumur panjang. Disebabkan kesulitan ekonomi, dan gaya hidup Chairil yang tak berubah, Hapsah meminta cerai. Saat anaknya berumur 7 bulan, Chairil pun menjadi duda.
“Bukan kematian benar yang menusuk kalbu
Keridlaanmu menerima segala tiba
Tak kutahu setinggi itu atas debu
Dan duka maha tuan bertahta”
Sesudah nenek, ibu adalah wanita kedua yang paling Chairil puja. Dia bahkan terbiasa menyebut nama ayahnya, Tulus, di depan sang Ibu, sebagai tanda menyebelahi nasib si ibu. Dan di depan ibunya, Chairil acapkali kehilangan sisinya yang liar. Beberapa puisi Chairil juga menunjukkan kecintaannya pada ibunya.
Sejak kecil, semangat Chairil terkenal kedegilannya. Seorang teman dekatnya Sjamsul Ridwan, pernah membuat suatu tulisan tentang kehidupan Chairil Anwar ketika semasa kecil. Menurut dia, salah satu sifat Chairil pada masa kanak-kanaknya ialah pantang dikalahkan, baik pantang kalah dalam suatu persaingan, maupun dalam mendapatkan keinginan hatinya. Keinginan dan hasrat untuk mendapatkan itulah yang menyebabkan jiwanya selalu meluap-luap, menyala-nyala, boleh dikatakan tidak pernah diam.
Masa Dewasa Chairil Anwar
Nama Chairil mulai terkenal dalam dunia sastera setelah pemuatan tulisannya di “Majalah Nisan” pada tahun 1942, pada saat itu dia baru berusia dua puluh tahun. Hampir semua puisi-puisi yang dia tulis merujuk pada kematian. Chairil ketika menjadi penyiar radio Jepang di Jakarta jatuh cinta pada Sri Ayati tetapi hingga akhir hayatnya Chairil tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkannya. Puisi-puisinya beredar di atas kertas murah selama masa pendudukan Jepang di Indonesia dan tidak diterbitkan hingga tahun 1945.
Semua tulisannya yang asli, modifikasi, atau yang diduga diciplak dikompilasi dalam tiga buku :Deru Campur Debu (1949); Kerikil Tajam Yang Terampas dan Yang Putus (1949); dan Tiga Menguak Takdir (1950, kumpulan puisi dengan Asrul Sani dan Rivai Apin).
Chairil memang penyair besar yang menginspirasi dan mengapresiasi upaya manusia meraih kemerdekaan, termasuk perjuangan bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari penjajahan. Hal ini, antara lain tercermin dari sajaknya bertajuk: “Krawang-Bekasi”, yang disadurnya dari sajak“The Young Dead Soldiers”, karya Archibald MacLeish (1948).
Dia juga menulis sajak “Persetujuan dengan Bung Karno”, yang merefleksikan dukungannya pada Bung Karno untuk terus mempertahankan proklamasi 17 Agustus 1945.
Bahkan sajaknya yang berjudul “Aku” dan “Diponegoro” juga banyak diapresiasi orang sebagai sajak perjuangan. Kata Aku binatang jalang dalam sajak Aku, diapresiasi sebagai dorongan kata hati rakyat Indonesia untuk bebas merdeka.
Chairil Anwar yang dikenal sebagai “Si Binatang Jalang” (dalam karyanya berjudul Aku) adalah pelopor Angkatan ’45 yang menciptakan trend baru pemakaian kata dalam berpuisi yang terkesan sangat lugas, solid dan kuat. Dia bersama Asrul Sani dan Rivai Apin memelopori puisi modern Indonesia. Chairil Anwar meninggal dalam usia muda karena penyakit TBC dan dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta. Hari meninggalnya diperingati sebagai Hari Chairil Anwar.
Chairil menekuni pendidikan HIS dan MULO, walau pendidikan MULO-nya tidak tamat. Puisi-puisinya digemari hingga saat ini. Salah satu puisinya yang paling terkenal sering dideklamasikan berjudul Aku ( “Aku mau hidup Seribu Tahun lagi!”). Selain menulis puisi, ia juga menerjemahkan karya sastra asing ke dalam bahasa Indonesia. Dia juga pernah menjadi redaktur ruang budaya Siasat “Gelanggang” dan Gema Suasana. Dia juga mendirikan “Gelanggang Seniman Merdeka” (1946).
Rakannya, Jassin pun punya kenangan tentang Chairil Anwar. “Kami pernah bermain bulu tangkis bersama, dan dia kalah. Tapi dia tak mengakui kekalahannya, dan mengajak bertanding terus. Akhirnya saya kalah. Semua itu kerana kami bertanding di depan para gadis.”
Wanita adalah dunia Chairil sesudah buku. Tercatat nama Ida, Sri Ayati, Gadis Rasyid, Mirat, dan Roosmeini sebagai gadis yang dikejar-kejar Chairil. Dan semua nama gadis itu bahkan masuk ke dalam puisi-puisi Chairil. Namun, kepada gadis Karawang, Hapsah, Chairil telah menikahinya.
Pernikahan itu tak berumur panjang. Disebabkan kesulitan ekonomi, dan gaya hidup Chairil yang tak berubah, Hapsah meminta cerai. Saat anaknya berumur 7 bulan, Chairil pun menjadi duda.




Akhir Hidup Chairil Anwar
Vitalitas puitis Chairil tidak pernah diimbangi kondisi fisiknya, yang bertambah lemah akibat gaya hidupnya yang semrawut. Sebelum dia bisa menginjak usia dua puluh tujuh tahun, dia sudah kena sejumlah penyakit. Chairil Anwar meninggal dalam usia muda karena penyakit TBC Dia dikuburkan di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta. Makamnya diziarahi oleh ribuan pengagumnya dari zaman ke zaman. Hari meninggalnya juga selalu diperingati sebagai Hari Chairil Anwar. 

Kumpulan puisinya antara lain: Kerikil Tajam dan yang Terampas dan yang Putus (1949); Deru Campur Debu (1949); Tiga Menguak Takdir (1950 bersama Asrul Sani dan Rivai Apin); Aku Ini Binatang Jalang (1986); Koleksi sajak 1942-1949″, diedit oleh Pamusuk Eneste, kata penutup oleh Sapardi Djoko Damono (1986); Derai-derai Cemara (1998). Buku kumpulan puisinya diterbitkan Gramedia berjudul Aku ini Binatang Jalang (1986).
Karya-karya terjemahannya adalah: Pulanglah Dia Si Anak Hilang (1948, Andre Gide); Kena Gempur (1951, John Steinbeck).
Sementara karya-karyanya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Jerman dan Spanyol adalah: “Sharp gravel, Indonesian poems”, oleh Donna M. Dickinson (Berkeley, California, 1960); “Cuatro poemas indonesios, Amir Hamzah, Chairil Anwar, Walujati” (Madrid: Palma de Mallorca, 1962); Chairil Anwar: Selected Poems oleh Burton Raffel dan Nurdin Salam (New York, New Directions, 1963); “Only Dust: Three Modern Indonesian Poets”, oleh Ulli Beier (Port Moresby [New Guinea]: Papua Pocket Poets, 1969);
The Complete Poetry and Prose of Chairil Anwar, disunting dan diterjemahkan oleh Burton Raffel (Albany, State University of New York Press, 1970); The Complete Poems of Chairil Anwar, disunting dan diterjemahkan oleh Liaw Yock Fang, dengan bantuan HB Jassin (Singapore: University Education Press, 1974); Feuer und Asche: sämtliche Gedichte, Indonesisch/Deutsch oleh Walter Karwath (Wina: Octopus Verlag, 1978); The Voice of the Night: Complete Poetry and Prose of Chairil Anwar, oleh Burton Raffel (Athens, Ohio: Ohio University, Center for International Studies, 1993)
Sedangkan karya-karya tentang Chairil Anwar antara lain:
1.     Chairil Anwar: memperingati hari 28 April 1949, diselenggarakan oleh Bagian Kesenian Djawatan Kebudajaan, Kementerian Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan (Djakarta, 1953);
2.    Boen S. Oemarjati, “Chairil Anwar: The Poet and his Language” (Den Haag: Martinus Nijhoff, 1972);
3.    Abdul Kadir Bakar, “Sekelumit pembicaraan tentang penyair Chairil Anwar” (Ujung Pandang: Lembaga Penelitian dan Pengembangan Ilmu-Ilmu Sastra, Fakultas Sastra, Universitas Hasanuddin, 1974);
4.    S.U.S. Nababan, “A Linguistic Analysis of the Poetry of Amir Hamzah and Chairil Anwar” (New York, 1976);
5.    Arief Budiman, “Chairil Anwar: Sebuah Pertemuan” (Jakarta: Pustaka Jawa, 1976);
6.    Robin Anne Ross, Some Prominent Themes in the Poetry of Chairil Anwar, Auckland, 1976;
7.    H.B. Jassin, “Chairil Anwar, pelopor Angkatan ’45, disertai kumpulan hasil tulisannya”, (Jakarta: Gunung Agung, 1983);
8.    Husain Junus, “Gaya bahasa Chairil Anwar” (Manado: Universitas Sam Ratulangi, 1984);
9.    Rachmat Djoko Pradopo, “Bahasa puisi penyair utama sastra Indonesia modern” (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985);
10. Sjumandjaya, “Aku: berdasarkan perjalanan hidup dan karya penyair Chairil Anwar (Jakarta: Grafitipers, 1987);
11.  Pamusuk Eneste, “Mengenal Chairil Anwar” (Jakarta: Obor, 1995);
12. Zaenal Hakim, “Edisi kritis puisi Chairil Anwar” (Jakarta: Dian Rakyat, 1996).
Referensi:
  









Continue reading →

Cerita Tentang Kita II

0 komentar



Sebuah awal perjumpaan ku dengan mu waktu itu yang tak akan pernah aku lupakan, karena dari awal itu aku mulai mengenal siapa diriku dan untuk apa aku hidup, 

Malam itu malam pergantian tahun 7 tahun yang lalu, orang -orang tua maupun muda merayakannya di luar rumah, yang tidak terlewatkan adalah menyalakan kembang api yang membuat langit penuh warna, dimalam itu aku ikut merayakannya bersama teman-temanku. Dendi, nurman dan riko mereka bertiga adalah teman sekolahku dan kami sekelas sejak kelas satu dan kami waktu itu sudah kelas tiga, perayaan tahun baru sebenarnya bagiku biasa-biasa saja entah kenapa aku merasa tidak ada yang spesial untuk perayaan tahun baru, mungkin kembali kepada kepribadianku sendiri yang tidak suka dengan keramaian berbeda dengan teman-temanku mereka begitu gembira menyambut tahun baru, tetapi kurasa bukan gembira untuk menyambut tahun yang baru juga sih karena mereka selalu gembira jika ada perayaan-perayaan apapun. Mereka tidak peduli akan menjadi apa atau bagaimana keadaan mereka  tahun berikutnya, yang mereka pedulikan adalah perayaannya saja.

Meski demikian, nyatanya pada malam itu aku keluar rumah juga, tidak enak sama teman-teman yang sudah susah payah mengajakku, kata mereka aku ini terlalu mengurung diri dan tidak membebaskan ekspresi, maklum karena aku lebih sering menghabiskan waktu di dalam kamar dari pada diluar, memang terasa dampak nya dari akibat kebiasaanku itu yaitu ketidak nyamanan ketika berinteraksi dengan orang banyak, aku selalu ingin menghindar bila bertemu dengan hal seperti itu, dan aku menyadari bahwa itu bukanlah sesuatu yang baik.

Kembang api menghiasi langit di malam itu, warna warni dengan suara letusan yang ringan dan sebagian membuat telinga kita sakit, mungkin satu hal itu saja yang aku suka dari tahun baru, yaitu kembang api dan yang lainnya aku tidak begitu peduli, dan di malam itu aku melihat keindahan langit yang bertabur bintang, aku selalu takjub dengan alam karena darinya aku bisa merenungi tentang kehidupan, darinya aku temukan kebahagiaan.

Di sebuah lapang di tengah kota terdapat sebuah pameran, aku tidak tahu itu adalah pameran seni atau apa yang jelas di pameran itu terdapat berbagai hiburan seperti komidi putar, jajanan dan ada pula yang menawarkan jasa ramalan, yang paling dikerubungi adalah seorang kakek peramal yang beurumur kira-kira 60 an, dia menggelar tikar ditengah-tengah lapang yang langsung jadi pusat perhatian, si peramal itu memakai penutup kepala berwarna hitam dan memakai baju serba hitam, dia mengalahkan ramainya orang yang menaiki komidi putar karena orang-orang seperti tumpah ruah dan saling berdesakan untuk melihat si peramal itu dari dekat, teman-teman mengajakku ke sana.

Dan di tempat itu ketika aku sibuk mendengarkan seorang peramal sedang membaca garis tangan 'sang korban' aku melihatmu berdiri disebelahku, kau seorang perempuan cantik yang sedang tertawa senang dan kulihat seakan dunia ikut tertawa bersamamu, entah kenapa tiba-tiba jantungku berdebar-debar serasa ada desir aneh menghampiri ketika pertama melihatmu, Kau  berambut lurus sebahu dengan poni yang menutupi seluruh keningmu poni yang lurus berjajar, kau juga mempunyai mata berwarna coklat yang terlihat besar tetapi bukan besar seperti mata tokoh kartun jepang, diantara teman-temanmu kau terlihat mendominasi dan bicaramu keras juga sering tertawa dan dalam remang -remang dimalam itu ku bisa menilai mu sebagai perempuan periang dan kekanak-kanakan, tetapi entahlah aku memang tidak kenal denganmu waktu itu

Ternyata kau hendak diramal oleh si peramal yang banyak ngomong dan sok tahu, mataku tidak lepas untuk memperhatikanmu, aku mencoba mendekat ingin tahu apa yang akan dikatakan si peramal itu yang sebenarnya ingin mendekatimu saja, aku lupa dengan teman-temanku karena aku seperti tertarik oleh magnet yang kau pancarkan, aku berdesakan dengan orang-orang yang memadati tempat itu hingga aku berada tepat di belakangmu, kulihat si peramal itu tersenyum padamu, kulihat giginya ompong dan sebagian giginya yang masih setia sudah menguning, kudengar pula beberapa orang tertawa cekikikan.

"neng malam ini akan menemukan jodoh" kata si peramal yang memakai baju serba hitam itu, dia memperhatikan garis tanganmu dengan serius

Kau hanya tersenyum kulihat
"mmmh mmmh..." gumam si peramal sambil mengangguk ngangguk "ya.. Ya!"

"masa depan neng cerah, namun disini" si peramal menunjuk sebuah garis ditanganmu "ada hal yang akan terjadi dan itu dapat menghancurkannya jika saja neng tidak dapat mengatasinya"

"menghancurkan apa mbah?" tanyamu
Namun yang ditanya diam dia malah mengangguk-ngangguk saja

"dan disini" si peramal menunjukan garis yang lain "garis ini bercabang artinya neng akan dicintai oleh dua orang laki-laki seumur hidup neng"

Kau mengangguk ngangguk dan kudengar teman-temanmu berbisik bisik tidak jelas.

"secara keseluruhan nasib neng baik, wallahu a'lam!" lanjutnya sambil tersenyum

"terima kasih mbah!" ucapmu

lalu kau mengeluarkan beberapa uang kertas dari tas mu dan kau masukan pada sebuah kotak yang telah disediakan, uang jasa si peramal memang tidak ditentukan besar kecilnya, tergantung keikhlasan orang yang meminta jasa ramalan saja, tiba-tiba aku jadi ingin diramal sepertimu, entah kenapa padahal aku tidak percaya dengan ramalan sebelumnya, kurasa karena dorongan magnet yang kau pancarkan, jadinya aku ingin terlibat dengan hal-hal yang kau sukai dan tanpa sadar aku sudah di depan si mbah padahal banyak orang yang berebutan,

"mari mbah lihat tanganmu nak" Kata si mbah dengan ramah padaku, aku masih agak kaget berasa aneh karena tanpa sadar aku sudah berada didepan si mbah namun segera aku mengendalikan diri

Aku berikan telapak tanganku padanya tanpa ragu-ragu, beberapa saat dia hnya mengangguk ngangguk saja melihat dengan teliti garis di telapak tangnku itu,
Kau memperhatikanku dari samping, membuatku sedikit gerogi, mungkin kau tidak sadar waktu itu kalau jantungku berdesir setiap kau melihatku. Mana kau tahu memang!

"mmh, ini garis kehidupan yang mengerikan sekali" katanya dengan miris

Aku kaget, si peramal meremas-remas tanganku.

 "ini garis ditelapak tanganmu membentuk huruf M tak beraturan dan tidak terarah, artinya kamu adalah orang yang tidak konsisten dan tidak punya komitmen sendiri, disini juga dikatakan bahwa hidup kamu miskin, dan akan tetap miskin jika garis ini tidak berubah!" lanjutnya sambil menatapku
Sungguh aku dongkol dibuatnya, dasar pembohong setiap orang garis ditelapak tangannya berbentuk huruf M.. Emangnya garis tangan juga bisa berubah dari M menjadi K yang artinya kaya, pikirku

"maksudnya bukan garis ditangan ini bisa berubah, tetapi kamu harus mengubah garis hidupmu sendiri" jelas si mbah seperti bisa membaca pikiranku
Aku dengar teman-temanku tertawa cekikikan dibelakang, sedangkan kau hanya berbisik-bisik dengan teman-temanmu, terus terang aku jadi ngeri sama omongan si mbah itu

"tetapi kamu akan menemukan kebahagiaan suatu saat nanti, semua telah tertulis disini" lanjutnya sambil menunjuk garis ditanganku dengan jarinya
Aku seperti mendapat angin segar dan anehnya merasa lega sekali.
"terima kasih mbah!" ucapku dengan takjim, dengan cepat kukeluarkan uang dari dompetku dan dimasukan ke dalam kotak, aku tidak ingin mendengar lagi yang jelek-jeleknya cukup endingnya saja bahagia aku tidak ingin berlama-lama, aku mundur kebelakang

Kini giliran teman-temanku saling berebutan namun sayang mereka keburu di tempati orang lain, entah kenapa orang - orang jaman modern masih percaya takhayul aku tersenyum saja melihat mereka semua dan ketika aku berpaling ke arah lain secara tidak sengaja mataku dan matamu saling bertemu aku merasakan desir halus dalam hati dan aku merasa tidak kuat merasakan tajamnya tusukan matamu  itu, segera aku mengalihkan pandanganku ke arah lain namun mata hati ku tidak dapat ku alihkan ke arah lain lagi setelah itu hingga sekarang. Jantungku berdegup keras dan aku tersenyum mendapati kekonyolanku itu, aku merasa itu konyol saja

Tatapan mata itu adalah perkenalan awal kita, kita tidak saling menyapa dan berkenalan secara langsung, tidak ada kata yang keluar dari mulut kita hanya kontak mata saja yang meski sekilas namun berbekas di hati, kau sempat melirik padaku sekali lagi sebelum kau pergi dengan teman-temanmu untuk melakukan hal lainnya, kemudian sebuah keyakinan timbul di dalam hati,  keyakinan yang sangat kuat sekali, bahwa kau lah seseorang yang kucari selama ini dan sampai sekarang aku tidak tahu kenapa keyakinan itu begitu kuat sekali.

Setelah teman-temanku akhirnya berhasil di ramal yang susah payah karena saling berebutan, kami kemudian menuju komidi putar yang selalu mnjadi hiburan favorit kebanyakan remaja, kulihat disana terdapat banyak pasangan kekasih yang sedang bermesraan, ada yang duduk berdua menunggangi kuda kayu dan ada pula yang menunggangi burung dari kayu juga, sebagian ada yang berpelukan dan mereka semua berputar-putar sambil bercengkrama entah apa yang mereka bicarakan, sayup-sayup terdengar jeritan manja seorang perempuan karena dijahili pacarnya, aku dan teman-temanku saling berpandangan kemudian tertawa karena kami berempat laki-laki semua, ternyata untuk malam itu dikhususkan untuk pasangan, akhirnya terpaksa kami harus mengurungkan keinginan untuk menaiki komidi putar karena kalau dipaksakan takut disangka homo.

Namun ternyata tidak semua yang menaiki komidi putar itu pasangan semua, karena tanpa sengaja kumelihatmu sedang asyik berputar-putar dalam komidi putar itu, kau duduk bersama temanmu terlihat asyik mengobrol dan sesekali kau tertawa, mataku tidak mau lepas darimu, menyaksikan indahnya dirimu dan kerasnya suara tawamu, aku seperti tidak berpijak pada bumi karena pikiranku melayang membayangkan saat itu aku yang menemanimu, tertawa bersamamu merasakan indahnya hidup di dunia ini, tanpa kusadari aku tersenyum sendiri

"hey, kenapa lo?" tanya si dendi disampingku
"ah, nggak!" jawabku namun aku masih tersenyum
"lucu aja, kita kan laki-laki semua nggak ada ceweknya" lanjutku
"hehehe iya ya!" diapun ikut tersenyum
"mending kita ke tempat lain aja, daripada di sini Cuma jadi penonton doank" ajak si nurman yang waktu itu terlihat seperti pemain band, dia adalah penggemar berat armand maulana vokalis band gigi,
"cabut yuk!" si riko menimpali sambil beranjak pergi, dan langsung kami ikuti

Setelah itu tidak banyak hal yang kami lakukan atau mungkin apa yang aku lakukan tidak terlalu berkesan karena ingatanku terus kepada mu, rambut yang berponi, tawa yang keras tatapan mata yang menusuk dan segalanya, saat itu aku sadar aku jatuh cinta padamu.

***

"Yakin mau pulang?" tanyaku sambil membukakan pintu mobil mu
Kau hanya tersenyum saja
"makasih ya!" ucapmu
"untuk apa?"
"untuk makan nya untuk puisi nya dan untuk segalanya" jawabmu tersenyum manis ke arahku
"oke.. Sama-sama dinda, padahal nginep aja di sini"
"ah nggak makasih"
"ya udah hati-hati di jalan ya!"
"ya" ucapmu sambil mengangguk

Terdengar suara mesin mobil kau nyalakan, kemudian suara mobil itu seperti memberitahukan bahwa kau akan pergi dan mungkin takkan kembali lagi, aku takut kau tidak ke rumahku lagi rasa itu tiba-tiba mendesak tapi tentu tidak mungkin aku memaksamu untuk tinggal dan jangan pergi, tiba-tiba aku teringat danau di samping rumahku tempat kesukaanmu dulu

"hei din!!" teriakku setelah mobilmu sudah melaju
"ya" kau menoleh
"ee.. Kalau ada waktu, besok datanglah ke sini lagi ada yang mau kakak tunjukan"
"ya, insya Allah kak!"

 Bersambung..





Continue reading →

Cerita Tentang Kita I

1 komentar



Matahari mulai tenggelam dan menyinari belahan bumi yang lainnya, burung-burung pipit saling bercicit memanggil kawannya untuk segera berisitirahat di sarang mereka, mega tampak menguning tanda hari akan beranjak malam, aku bersantai di atas ranjang sambil menghadap jendela dan disana terbentang danau yang tenang. sabtu sore seperti sekarang biasanya teman-temanku  berkunjung ke rumah, tapi mereka tidak keliahatan batang hidungnya dari tadi jadinya aku sendiri, aneh saja aku merasa kesepian padahal aku sudah terbiasa sendirian semenjak ayahku meninggal dunia, tetapi mungkin setiap orang juga ada saatnya merasa sepi atau bosan dengan kehidupan yang dijalaninya, selama ini aku hanya menghabiskan waktu untuk bekerja dan beristirahat di rumah, kalau libur kerja biasanya aku membersihkan rumah atau memperbaiki genting yang bocor, mengecat kembali dinding yang warnanya sudah memudar, dan tak banyak hal yang aku lakukan selama 5 tahun kebelakang ini.

Aku begitu kagum dengan rumah yang aku bangun sendiri ini, karena rumah ini selalu mengingatkanku pada seseorang dan ah aku begitu merindukannya, dimanakah dia sekarang? Sudah menikahkah dia sekarang? Umur nya sudah cukup untuk seorang wanita, meski aku akan kecewa bila memang dia telah menikah aku tetap akan mendoakan kebahagiaannya karena cinta sejati itu tidak harus memiliki bukankah begitu?.

Tiba- tiba kudengar suara ketukan pintu dari luar, nah itu dia mereka. pikirku aku segera saja beranjak untuk membuka pintu dan,

Jantungku tiba-tiba berpacu dengan cepatnya darahku serasa naik, perasaan ini pernah aku rasakan dulu telah lama sekali dan kini tiba-tiba menyergap karena orang yang membuat perasaan ini datang dihadapanku, aku terdiam untuk beberapa saat karena desakan emosi yang meluap luap entah apa hingga kau menyadarkanku dengan tiga kata

"apa kabar kak?" sapa mu dengan senyum mengembang masih sama seperti 10 tahun yang lalu

Aku masih tidak percaya dengan apa yang aku lihat hingga Suaramu membuatku sadar bahwa kau memang nyata didepan mataku dan aku tidak sedang bermimpi, aku bukakan pintu lebih lebar menyambutmu aku hanya bisa tersenyum untuk saat ini, senyum yang kaku

"dinda melihat foto kakak di sebuah koran sedang berdiri di depan rumah kakak ini, dinda hanya ingin tahu apakah kakak baik-baik saja"  katamu menjawab tatapan mataku, kau tampak sedikit gugup

"dinda hanya ingin melihat rumah kakak secara langsung" lanjutmu

Kau masih saja seperti dulu dinda, saat ini aku hanya ingin mengingat-ngingat kau seperti dulu tak terbayang 10 tahun kita berpisah

"oh begitu, ayo masuk!" ajakku masih agak canggung,

Kau memasang senyumanmu lagi, aku menuntunmu masuk ke dalam rumah impian kita dulu, kau mengikuti dari belakang, matamu menatap sekeliling dan kulihat binar itu masih sama seperti saat pertama kali kita melihat bintang jatuh di langit malam saat tahun baru

"rumah yang bagus kak.."  katamu

"terima kasih" aku tersenyum

"eeh... kakak, ambil minum dulu, oh ya mau minum apa?"

"air putih saja kak, jangan repot-repot"

Di dapur aku terdiam untuk beberapa saat, aku masih bingung merasa tidak siap  menghadapimu, aku tidak tahu kenapa karena perasaanku sulit diungkapkan dengan kata-kata untuk saat ini, yang jelas ada perasaan bahagia yang menyelimuti hatiku, ada getaran indah juga yang menggetarkan seluruh ragaku kemudian aku tersenyum, mungkin inilah saat yang kutunggu-tunggu selama 10 tahun terakhir ini, mungkin keajaiban itu akan segera datang menghampiriku.

Kubawakan kau segelas air putih dan beberapa cemilan kecil dalam toples, kuhidangkan diatas meja kecil di tempat kesukaanku, kita duduk berhadapan dan di sisi kanan kita terdapat jendela yang memperlihatkan danau di samping rumahku, danau tempat dulu kita berenang di sana atau sekedar  menaiki rakit untuk memberi makan angsa.

"kakak sendiri di sini?" tanyamu sambil memegang cangkir

"ya..!" aku memegang cangkir juga

Ada jeda beberapa saat, kau memperhatikanku

"ayah kakak?"

"sudah meninggal 5 tahun yang lalu"

"ohh, dinda turut berduka cita, dia ayah yang baik"

"terima kasih dinda" aku tersenyum, kesedihan karena kehilangan ayah memang sudah tiada lagi

Kau menatapku sejenak, kau meminum lagi air dalam cangkir yang masih kau genggam, akupun mengikuti nya untuk menghilangkan grogi, sebenarnya jantungku berdegup dengan keras sekali  apalagi ketika melihatmu tersenyum, hal  yang selalu kurindukan

"nggak kesepian sendiri di rumah sebesar ini?"

"ya, terkadang sih" untungnya kau tidak malas bertanya

"mmh, kenapa tidak menikah, jadi kakak ada yang yang nemenin"

Aku sedikit terkejut mendengar itu,

"dari mana dinda tahu kalau kakak belum menikah?" tanyaku dengan seyum kecil

"ooh udah ya?" kau salah tingkah

"belum dinda"

"belum nemuin jodoh" lanjutku dan aku berbisik dalam hati 'karena kau jodohku'

"ya..?" Kau tampak menunggu kelanjutan kata-kataku

"ya begitulah belum ada yang cocok, kan menikah itu harus saling merasa cocok satu sama lain? juga menikah bukan untuk main-main"

" lalu dinda sendiri gimana?" dalam hati aku sangat berharap dia masih single

"belum"  katamu

"belum cerai atau belum dua kali?" candaku sambil tersenyum

"belum menikah cuma sudah tunangan"

"oh ya?!" aku merasakan ada sesuatu yang tidak enak dihati, padahal tadinya aku sudah senang tetapi setidaknya janur kuning itu belum berkibar

Kau menatap danau dari kaca jendela, seperti memalingkan raut wajahmu dan akupun ikut melihat danau yang jernih, terdapat bayang-bayang kau dan aku semasa remaja dulu, menaiki rakit dan menjala ikan atau memberi makan angsa, dan kita berdua selalu ceria dan bahagia ingatkah kau saat kita dulu bermain di situ, kemasa lalu kah pikiranmu saat ini atau semuanya telah kau lupakan, masa-masa indah kita dulu hingga tiba saat itu.. Ah aku tidak mau memikirkannya! Kupalingkan kembali pandanganku dari jendela, memikirkan saat buruk itu membuatku sakit.

Kau mendesah lalu memalingkan pandanganmu dari jendela

"dinda mencintainya?" tiba-tiba saja  aku bertanya seperti itu

Kau tampak sedikit terkejut dan aku jadi bingung
"ya.. Dinda mencintainya.."  terdapat sedikit keraguan dalam raut wajahmu "kenapa memang?" kau memberikanku senyuman

"tidak tidak kakak hanya ingin memastikannya saja.. Tidak kenapa-kenapa ya baguslah kalau dinda memang mencintainya.. Eeh karena memang seharusnya kan!" aku jadi salah tingkah

Kau hanya diam dan tersenyum kecil
Dan setelah itu suasana nya jadi agak kaku, kita diam dalam pikiran masing-masing, aku tahu kau teringat akan masa lalu kita , teringat  tentang sebuah janji yang pernah kita katakan dulu, dan entah apa yang kau rasakan sekarang

"oh ya, dinda lihat apa dikoran itu, ada foto kakak dan rumah ini ya?"
Kau mengangguk pelan
Apa yang membuatmu kemari, tanyaku dalam hati namun aku tidak berani mengatakannya, ku ingin menemukan jawabannya dari pengakuanmu sendiri, kuingin sebuah kejutan yang aku yakin akan baik untukku meski aku sedikit ragu untuk itu


"dinda lapar?"

kemudian kitapun memasak didapur meski awalnya amat canggung tetapi aku berusaha membuatmu nyaman kuingin mengembalikan lagi diri kita, kemudian kaupun bercerita banyak tentang dirimu dan pekerjaanmu yang menyenangkan, dan kau cepat menyesuaikan diri dan kecanggungan itu perlahan memudar kemudian kurasakan kau menjadi dirimu lagi seperti 10 tahun yang lalu, aku merasa bahagia seperti menemukan kembali cahaya yang telah hilang, suara yang keluar dari lidahmu, tatapan yang tajam dari binar matamu hadir kembali dalam pengalaman hidupku sekarang ini, yang sebelumnya menghilang dan tak kutemukan dari siapapun kecuali dari mu

Kita melupakan siapa kita, kita lupa bahwa kita bukan yang dulu lagi,  kurasa kau lupa bahwa kau telah bertunangan dengan orang lain, dan aku lupa dengan rutinitas harian yang harus aku jalani, aku memang tidak mau memikirkan sesuatu yang lain untuk saat ini, karena aku ingin merasakan kebahagiaan, kehangatan dan ketentraman hati ini dan biarlah semua mengalir seperti air, aku tidak perlu tahu akan sampai dimana yang jelas pada akhirnya menuju satu titik, yaitu kebahagiaan seperti air yang mengalir dari pegunugan hingga sampai ke lautan, itulah hal yang kuyakini bahwa sesungguhnya hidup itu telah teratur sejak awal kelahiran kita ke dunia.

"kakak masih suka menulis puisi?"  tanyamu setelah kita selesai makan, kau menatapku seakan memintaku untuk menulis berjuta puisi, kau tentu pasti ingat dulu aku sering menuliskan puisi untukmu

Aku tersenyum

"masih..."

Dan di beranda rumah ku selepas isya, kau duduk diatas kursi goyang sambil bersandar kaki mendengarkanku membacakan puisi, aku duduk dilantai

"berlari - lari kecil di taman impian
 bersama sepoi angin berhembus pelan
 Senyummu merekah indah menawan
 membasuh luka bagi setiap insan

 bintang-bintang menyinari angkasa malam
 dan sang rembulan bersembunyi di balik awan
 ku terduduk sendiri dalam diam
 binar bening mataku memancar pelan
 menyilaukan perasaan yang terdalam

 cintailah diriku.....
 seperti malam memberi ruang bagi kehidupan

 Dan cintailah diriku.....
 seperti angin memberi kesejukan bagi badan

 Bersamamu
 aku merasa hidup dan merasa ada

 Bersamamu
 aku tak perlu sesuatu lain, tak pula tempat indah

 pejamkanlah matamu sejenak, kasih
 raihlah tanganku
 jatuhkan tubuhmu di pelukku
 cintailah diriku..... "

Kau tampak antusias mendengarkanku, kemudian kau tertawa dan aku memandangmu tidak mengerti
"kenapa?"
"lucu"
"?!"

Bersambung.. 

Continue reading →

Apel Merah

0 komentar


kuberikan sebuah tanda cintaku padamu
tapi aku diam karena aku berubah menjadi lebih baik
aku ingin memberikan cinta seperti sang surya 
memberi sinar nya ke bumi tanpa pamrih
seperti yang aku tahu ikhlas adalah yang terbaik
seperti yang aku pahami bahwa untuk mendapatkan sesuatu, 
kita harus memberi sesuatu
seperti itu pula yang aku lakukan padamu
aku diam seperti dulu namun berbeda untuk sekarang
pikiran ku telah berbeda, 
maka aku tahu kau menggunakan naluri ke wanitaan mu
kau buat supaya aku mengejar mu
kau menguji keberanian dan mental ku, 
aku mengerti semua apa yang kau mau
tapi aku ingin membalik keadaannya,
namun ada sebagian sebab dari semua itu 
yang berasal dari ketidak berdayaan ku, 
kau menguji mental ku dan aku merasakan sangat berat 
aku berpikir kemudian bahwa 
aku tidak mempunyai banyak pengalaman
jam terbang ku sangat terbatas
tentu ini hal baru dan aku menyukai nya
apakah aku terobsesi padamu?? (Ya)
ini hal lucu dan menegangkan dimana ada saat
aku merasa akulah yang hidup di dunia ini, 
tapi semua belum terjadi dan ............. 
aku yakin kau akan jadi milikku dengan cara ku sendiri
atau ini akan jadi pembelajaran yang sangat berharga
sekarang lakukanlah apa yang ingin aku lakukan
kemudian pelajari apa-apa yang belum benar aku pahami
seperti yang telah aku ketahui aku harus in control
kadang memang aku meracau sendiri disaat 
hal memalukan terjadi

tetapi 
AKU MENGONTROL PENUH SEGALA EMOSI YANG ADA DALAM HATIKU
AKU AKAN TERUS MEMBERI DENGAN HATI YANG TULUS DAN IKHLAS
AKU AKAN TETAP TENANG DAN TERSENYUM APAPUN YANG TERJADI
AKU AKAN MENCINTAI, BERPRASANGKA BAIK TERHADAP ORANG LAIN

Continue reading →

Labels